Sekitar 2 minggu yang lalu, aku mengajak si K pergi ke Sidoarjo menggunakan kendaraan umum. Saat itu, kami berangkat dari Salatiga pukul 02.30 menggunakan bus Eka jurusan Semarang – Surabaya. Aku memilih berangkat malam hari dengan pertimbangan itu adalah waktunya si K tidur. Ia tidak akan rewel di bis. Namun, karena keterlambatan bus Eka serta lamanya ia ngetem di terminal Solo akhirnya perkiraan tiba meleset jauh. Si K sudah bangun saat belum sampai di tujuan. Sesampainya di Mojokerto, si K mabok perjalanan. Beberapakali ia muntah-muntah.
Setibanya di Sidoarjo, kami masih memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat sebelum melanjutkan kegiatan di sana. Si K tampak biasa saja saat itu. Meskipun ia habis mabok perjalanan akan tetapi ia tampak biasa saja. Aku pun tidak merasa ada yang perlu dikhawatirkan saat itu. Malam hari, kami ke rumah sakit untuk mengantarkan bude yang hendak melahirkan. Beberapa saat menunggu di sana, si K kembali muntah-muntah. Saat itu, aku mengira bahwa itu merupakan kelanjutan dari mabok perjalanan.
Kesalahan Diagnosa
Beberapa hari setelah kakak boleh pulang dari rumah sakit pasca melahirkan, si K kembali muntah-muntah. Malam itu, sekira tengah malam, ia muntah-muntah dan membuatnya sangat lemas. Widut sudah panik dan memaksaku untuk mengantarkan si K periksa ke tenaga medis terdekat. Kami pun berangkat ke puskesmas diantar kakak ipar.
Di puskesmas Barengkrajan, Krian, malam itu, petugas medis yang menangani si K memeriksa seperti petugas medis pada umumnya yaitu memeriksa suhu tubuh menggunakan termometer dan mengajukan beberapa pertanyaan. Informasi yang didapat itu tidak bisa menjawab penyebab si K begitu. Ketika kami menanyakan apa penyebabnya, petugas medis menjawab tidak tahu. Kami hanya diberi obat dan perbolehkan pulang.
Aku dan Widut memiliki diagnosa sendiri. Saat itu, kami menganggap bahwa si K begitu karena kebanyakan minum susu. Hal itu adalah suspek pertama yang kami curigai menyebabkan si K muntah dan mencret.
Muntah Berkelanjutan
Saat di Krian, si K sudah berangsur-angsur membaik. Sudah tidak muntah dan mencret lagi. Ketika pulang ke Salatiga menggunakan bis Eka juga tidak muntah-muntah seperti ketika berangkat ke Sidoarjo. Namun beberapa hari setelah di Salatiga, ia kembali muntah-muntah dan mencret lagi. Dugaan kami masih sama: gara-gara minuman atau makanan yang salah.
Muntah yang berkelanjutan itu terjadi sampai beberapa hari. Kami memperketat aturan makanan yang boleh dikonsumsi si K. Termasuk membatasi jumlah susu kotak yang boleh diminumnya.
Menyadari Gejala Computer Vision Syndrom
Suatu malam, saat aku sedang bekerja di kamar samping, si K memanggil-manggil ibunya beberapa kali sampai menangis. Aku pun kemudian melihatnya dan mendapati ia habis muntah-muntah dengan handphone ditangannya. Aku langsung membatin kalau muntah-muntahnya itu karena Computer Vision Syndrom.
Gejala Computer Vision Syndrom (CVS) ini bukanlah hal baru bagiku. Dulu, kakak kandungku sering mengalami muntah-muntah saat menggunakan komputer menggunakan monitor tabung. Setelah ia menggunakan laptop, ia sangat jarang mengalami hal itu. Hampir tidak pernah mengalami hal itu lagi malahan.
Gejala-gejala CVS antara lain:
- Mata merah
- Sakit kepala/pusing/mual
- Pandangan Kabur
- Mata Kering
- Bahu dan leher pegal-pegal/sakit/nyeri
Meskipun aku sudah menduga adanya gejala CVS pada si K tetap membawanya ke rumah sakit untuk mendapat obat dari sana.
Penyebab Computer Vision Syndrom
Aku menduga penyebab CVS yang dialami si K karena posisinya saat menggunakan HP tidak beraturan. Kadang sambil duduk tapi lebih banyak sambil tiduran. Saat ia kutemukan muntah-muntah di kamar, posisinya sedang menonton Youtube sambil tiduran.
Berdasarkan referensi yang kubaca, penyebab CVS antara lain:
- Pencahayaan yang kurang baik saat menggunakan komputer/laptop/HP
- Cahaya monitor terlalu terang
- Jarak pandang pada monitor tidak bagus (terlalu dekat/terlalu jauh)
- Posisi yang tidak tepat saat menggunakan komputer/laptop/HP (membungkuk, mendongak, atau sambil tiduran, dll.)
- Penggunakan kacamata/lensa mata yang tidak tepat
Mengatasi Computer Vision Syndrom
Setelah menduga adanya gejala CVS pada si K, aku meminta Widut untuk membatasi penggunaan gadget pada si K. Sehari setelah ia dibawa ke rumah sakit di Salatiga, ia tidak boleh memegang HP sama sekali. Kondisinya pun mulai membaik. Aku pun tidak lagi khawatir dengan makanan-makanan yang selama ini dokonsumsi olehnya. Hanya saja beberapa jajanan tetap kubatasi sampai kondisinya benar-benar pulih. Efek CVS itu biar hilang terlebih dahulu baru ia boleh makan seperti biasanya.
Beberapa cara untuk mengatasi CVS ini berdasarkan referensi yang kubaca antara lain:
- Memperbaiki posisi saat menggunakan gadget. Dalam hal ini, si K perlu diajari untuk menggunakan gadget dengan posisi gadget yang baik
- Menggunakan peredup layar jika layar terlalu terang
- Menggunakan pelembab untuk mata jika mata kering. Menggunakan irisan mentimun yang diletakkan di pelupuk mata bisa membantu menyegarkan mata
- Setiap 20 menit menggunakan gadget perlu istirahatkan mata dengan cara melihat objek dengan jarak 20 feet selama 20 detik. Rumusnya adalah: 20 – 20 – 20
- Pencahayaan ruangan harus seimbang dengan cahaya layar monitor. Tidak boleh terlalu gelap atau terang
kejadian ini adalah drama yang luar biasa bagiku. Setiap si K mengalami gangguan-gangguan fisik ringan, aku selalu berpikir keras mengenai penyebabnya. Tidak langsung mencari apa obatnya. Hal ini kulakukan untuk memutus penyebab tersebut agar apa yang dialaminya tidak semakin parah. Kalaupun penyebab itu sudah demikian besar pengaruhnya bagi kesehatan maka aku akan membawanya ke dokter. Sebaliknya jika gangguan itu masih bisa kutangani sendiri maka ia akan kuberikan treatmen sendiri. VCS ini kuanggap drama karena aku sampai membutuhkan waktu 2 (dua) minggu untuk mengetahuinya.
Berdasarkan referensi yang kubaca, VCS ini lebih banyak menyerang orang yang suka mabok perjalanan. Penyebab mabok perjalanan adalah efek visual gerakan objek di sekitar kendaraan yang melaju sedangkan pengguna gadget mengalami VCS karena efek gerak visual pada gadget tersebut.