Surat Agak Terbuka untuk Crew Mojok.co

Wonten ngarsanipun pepunden tlatah mojok.co, wonten ngarsanipun para pini sepuh, adi sepuh, lan kasepuhan ingkang mandhegani mojok.co, wonten ngarsanipun pandhito soho prajurit ingkang tansah nguri-uri mojok.co rina klawan ndalu.

Keparengo kawulo badhe matur. Ing mriki, wigatosipun kawulo badhe ngaturaken pinten-pinten uneg-unegipun manah ingkang dadosaken molak-malikipun pikir sehinggo dadosaken kawulo asring sanget ngraos mboten sekeco wekdal maos seratan enggal ingkang dipun unggah wonten maneko-warno rubrik mojok meniko.

Sepindah, anggen kawulo ngintun layang serat meniko inggih wigatosipun badhe ngaturaken sugeng riyadi kunjuk dumateng poro sesepuh, adisepuh, kasepuhan soho poro pandhito, prajurit, sarto bolo kurawanipun mojok.co.

Kapindho, hambok bilih wonten kalepatan soho cacatipun atur ingkang dadosaken manah mboten sekeco lantaran anggen kawulo sesrawungan kirang genep sajenipun, kawulo nyuwun jembaring manah poro dedengkot tlatah mojok soho pandhito lan prajurit maringi samudro pangaksomo.

Sak lajengipun, layang meniko bade dipun serat ngagem boso Indonesia lantaran kathah istilah ingkang mboten kawulo pahami bilih ndamel boso jawi kados meniko ingkang sampun dipun wedaraken.

Kepada kepala suku mojok.co yang tampaknya berhasil menjadi jembatan kelamin asmara antara gus Mul dengan ehemmm yang itu. Semoga kau segera mendapatkan hidayah.

Kepala suku, dulu aku sangat suka pake banget membaca tulisan-tulisan yang telah dipilih redaktur untuk tampil di situs mojok. Aku masih ingat ketika suatu malam menjumpai tulisan berjudul Membela Kak Jonru yang kalau tidak salah ditulis oleh ndoro Arman Dhani. Malam itu, aku dengan senang hati berkali-kali menghatamkan tulisan itu hanya untuk mengulang tawa. Sungguh ide cemerlang nan brilian yang membuatku berdecak kagum. Itulah tulisan pertama yang membuatku memutuskan untuk pindah madzhab bacaan dari genre sastra klasik ke tulisan-tulisan bergenre satire. Jujur saja, itu pula tulisan pertama yang membuatku menyukai mojok.

Mojok menjadi idola baru di tengah-tengah kegersangan blog maupun situs berita yang makin hari tampak makin tak senonoh meracuni jagat internet Indonesia dengan konten-konten sampah yang dimuatnya. Alih-alih menjadi media alternatif sebagai corong informasi dan berita bagi mereka yang muak melihat tayangan televisi, blog atau siber itu sering kali malah menjadi biang kericuhan yang berbuntut twit war atau debat tak burujung di berbagai lini kehidupan sosial media. Mojok berbeda. Untuk itulah rasa sukaku mulai tumbuh.

Ketika ada kabar bahwasannya mojok akan dibunuh waktu itu, aku sempat keder. Membayangkan Mojok benar-benar tutup membuatku seakan kehilangan harapan. “Media mana lagi yang kau dustakan konten sampahnya?”, batinku sambil membayangkan hadir pada acara tahlil hari ke 7 kematian Mojok.co. Aku pun kemudian meminta ijin mengarsipkan tulisan-tulisan Mojok ke blog ini, nusagates.com. Hosting kecil seharga $9 yang kusewa dari Namecheap ini kupaksa menjalankan bot untuk melakukan scrapping content dari Mojok. Karena waktu countdown sudah mendekati habis, aku berikan tugas yang tinggi untuk resource agar tidak ada satupun content yang tersisa. Namun, apalah daya. Blogger miskin sepertiku ini hanya bisa berambisi. Sering kali bot tidak mendapatkan apa-apa alias hanya mempublikasikan judul dengan konten kosong dikarenakan kekuatan hosting yang megap-megap akibat dari tugas yang diberikan terlalu berat. Sesuai catatan bot, content yang berhasil di arsipkan sebanyak 900+. Namun setelah kuselidiki lebih lanjut ternyata ada beberapa yang hanya berisi judul saja tanpa isi kemudian kuhapus. Aku tidak menghitung sisanya.

Pengarsipan tulisan mojok itu bukanlah bagian dari usaha menaikkan trafik Nusagates. Bukan! Kalau masalah trafik, blog ini sudah lebih dari cukup. Maksudnya sudah melebihi target untuk blogger kelas sudra sepertiku. Tampilan laman 3000+ per hari dengan visitor 2000an per hari sudah cukup membuatku khawatir akan tumbangnya hosting yang kusewa. Artikel dari mojok hanya menyumbang trafik paling mentok 1% saja. Itu pun jarang terjadi.

Ketika Mojok kembali bangkit pada bulan Ramadhan yang lalu, sebenarnya aku berniat menurunkan semua artikel yang kuambil dari Mojok. Hal ini kulakukan untuk menata ulang blog dan merampingkan space agar lebih ramping. Namun, niat itu kuurungkan ketika mendapati wajah baru mojok tampak aneh. Tulisan-tulisan yang disajikan amat sedikit sekali yang memiliki citarasa seperti dulu. Seperti sebelum di shutdown. Aku heran. Mengapa penulis-penulis mojok itu sekarang banyak yang gagal melucu? Apakah karena terlalu meratapi nasib akibat dari kekalahan seorang Ahok? Tulisan bergenre satire rasanya makin sulit didapatkan. Mojok bukan lagi menjadi ikon media bergenre satire yang membuat hati berdecak kagum seperti dulu. Kalau dulu, aku sering tidak mampu memahami maksud artikel-artikel Mojok meskipun berulang kali membacanya. Aku baru tahu maksudnya ketika membaca kolom komentar. Sering begitu. Namun pada mojok yang baru lahir ini aku sering bisa menebak arah tulisan Mojok hanya dari judulnya saja yang kulihat di timeline Facebook.

Apakah hanya aku yang merasa begitu atau sebenarnya kepala suku merasakan hal yang sama namun pakewuh mau memecat redaktur baru Mojok? Semoga kepala suku berkenan memberikan dhawuh-dhawuhnya yang menyejukkan pemirsa. Amin

Wassalam
Pengkol, 1 Juli 2017
Ahmad Budairi

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit