Selamat Hari Guru Dan Ucapan Terimakasihku

Aku adalah anak dari desa yang terlahir dari keluarga dengan perekonomian di bawah standar. Meskipun kedua orang tuaku sangat giat bekerja menjadi buruh tani di lahan persawahan milik tetangga, rasanya pendapatan mereka masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hutang pun bertumpuk. Aku sangat kasian tetapi tak tau harus berbuat apa.

Orang tuaku sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya tak terkecuali pada pendidikanku. Namun karena kondisi ekonomi yang sulit, pendidikanku sempat tertunda. Selepas lulus dari SLTP, aku tidak langsung melanjutkan. Aku bekerja menjadi penambang pasir di sungai dekat tempat tinggalku. Tahun terakhir dari 3 tahun masa istirahat sekolah, aku membujuk ibu untuk berkenan menyekolahkanku ke jenjang yang lebih tinggi. Awalnya ibu ragu dengan kemampuan ekonomi saat itu namun karena aku terus membujuk sekaligus memaksa akhirnya beliau mengizinkanku masuk ke SLTA. Beliau mencari pinjaman untuk pendaftaran biaya masuk.

Tiga tahun menempuh pendidikan di SLTA kujalani dengan sungguh-sungguh. Aku melihat ada senyuman bangga pada orang tua ketika melihatku selalu mendapat peringkat antara 1 dan 2. Hanya sekali mendapat peringkat 3. Sebetulnya tidaklah mudah menjalani hal itu. Aku benar-benar nekat. Sering harus mengerjakan soal UAS di kantor sekretariat ujian karena siswa yang belum lunas bayar biaya sekolah tidak diijinkan masuk ke ruang ujian. Hari senin, seusai upacara,  sering mendapat hukuman karena sepatu yang kugunakan tidak berwarna hitam. Mau bagaimana lagi? Sepatu yang kupunya warnanya tidak hitam.

Guru-guru di SLTA itu mengajariku banyak hal. Dari sana aku belajar disiplin. Hukum ditegakkan kepada siapa pun. Di sana aku belajar menyukai literasi. Hampir setiap waktu jeda istirahat jam pelajaran kuhabiskan di perpustakaan. Membaca dan meminjam buku menjadi hobi karena ingin ke kantin tidak didukung dengan isi saku. Ilmu komputer kuserap seluas-luasnya dari sana. Waktu itu, lab komputer selalu terbuka untuk siswa yang ingin belajar. Tidak dibuka hanya ketika jam praktik seperti saat ini. Aku menggunakannya untuk belajar mengenal teknologi. Awal naik kelas XII aku mengenal blog. Blog pertamaku dibuatkan oleh seorang teman bernama Achmad Subqie. Sekarang dia menjadi staff teknik (toolman) di SMK dekat SLTA tempat kami bersekolah dulu.

Ketika kelas XII ada seorang guru yang sangat perhatian denganku. Beliau guru matematika sekaligus menjadi wali kelasku. Beliau sering membawakan makanan dari rumah atau membelikan dari kantin. Beliau akan menunjukku pertama kali untuk maju menjawab soal matematika meskipun aku tidak paham cara untuk menjawabnya. Berkali-kali beliau memarahiku atau membentakku karena sangat lambat memahami materi yang diajarkan.

Menjelang kelulusan SLTA, guru BP mengumpulkan kami (siswa/siswi kelas XII) untuk memberikan sosialisasi terkait program beasiswa dari bermacam-macam Universitas, Istitut, maupun Sekolah Tinggi. Aku bersama 4 temanku memilih Unesa (Universitas Negeri Surabaya) melalui jalut Bidik Misi. Sayangnya hanya aku yang diterima. Aku memilih Unesa karena ingin mendekat dengan Romo Yai Ahmad Asrori Al-Ishaqi, pengasuh pondok pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Aku berpikir, “meskipun beliau telah tiada paling tidak aku bisa dengan mudah menemui para muridnya di sana dan belajar dari mereka di Surabaya”.

Kuliah di Unesa awalnya ditentang oleh ibu karena khawatir berhenti di tengah jalan karena menyekolahkanku di Jenjang SLTA saja sudah sangat berat apalagi jenjang kuliah. Aku berusaha meyakinkan dan sedikit memaksa sehingga ibu mengalah.

Aku memiliki begitu banyak guru. Aku berusaha terus mengingat nama-nama beliau.

  1. H. Romlan (Guru kelas 1 dan 2 MI Nurul Huda)
  2. Ky. Syafrudin dan Muhammad Dalil (Guru kelas 3 MI Nurul Huda)
  3. M. Syamsuddin / A. Musthofa (Guru Kelas 4)
  4. M. Hamim (Guru kelas 5)
  5. Nurudin (Guru kelas 6)

Di jenjang SLTP ada beberapa guru yang masih bisa kuingat:

  1. M. Musthofa (Guru Fiqih)
  2. Mansyur (Guru Qur’an Hadits dan Aqidah Akhlak)
  3. A. Suja’i (Guru Bahasa Arab)
  4. Mahmuddin (Guru Matematika)
  5. Sarjono (Guru IPA)
  6. M. Mansur (kepala sekolah sekaligus guru Aswaja)
  7. Asmuni (Guru Bahasa Indonesia)
  8. Asmuni (Guru IPS)

    Nama-nama guru selanjutnya akan dibuat pada post khusus.

    Ada maqolah yang berbunyi begini:

    لو لا المربي لا أرفت ربي

    Yang artinya kurang lebih, “tanpa guru aku tak bisa mengenal tuhanku”.

    Semua ilmu maupun pengetahuan yang diajarkan guru merupakan alat yang bisa kita gunakan untuk mengenal Tuhan. Tiada balasan setimpal yang dapat kita berikan untuk membalas jasa guru.

    Aku merasa sangat beruntung dididik dalam lingkungan pendidikan Aswaja yang meyakini bahwasannya hubungan ruhani (silaturruhiyah) antara murid dengan guru baik yang masih hidup atau yang sudah wafat sangat penting. Untuk menjaga hubungan ruhani itu, senantiasa memanjatkan doa keselamatan dan kebaikan untuk para guru yang masih hidup serta menyebut nama-nama guru saat membaca Hadloroh sebelum memulai pelajaran atau momen tertentu pada guru yang sudah wafat.

    Melalui senandung doa itulah caraku mengucapkan terimakasih kepada guru-guruku. Hanya itu yang mampu kulakukan saat ini.

    Aku jadi teringat lagu tentang guru yang dilantunkan oleh grup Nasyid Ansyada dari Pondok Modern Gontor:

    Terimakasih pak Guru, bu Guru. Jasa-jasamu akan kukenang selalu.

    Ahmad Budairi
    Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
    Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

    Bacaan Menarik Lainnya

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    Baru Terbit