Rumah yang Utuh, Tak Sekadar Tempat Berteduh

Rumah adalah tempat yang utuh. Rumah sepatutnya tak sekadar tempat untuk berteduh, tetapi tempat berkumpul bersama orang-orang tercinta, layaknya hangat teh yang sedang diseduh. `

Beda Home dan House

Anak bungsuku pernah bertanya, “Apa bedanya home dan house? Kan dua kata itu artinya sama, yaitu rumah” Untungnya si ayah menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami anak-anak. Home itu lebih kepada suasananya, kedekatan dengan anggota keluarga. House adalah bangunannya. Maka ada istilah Home Sweet Home yang bisa diartikan sebagai rumahku istanaku, tak ada tempat lain senyaman rumahku, dan ungkapan ini tak bisa digantikan oleh kalimat House Sweet House. Dan Judul novel melegenda Little House on The Prairie, bukan Little Home on The Prairie. 

Jika kita, misalnya pulang ke rumah, bisa disebut house atau home? Jawabnya, tergantung bagaimana suasana di dalam rumah, lingkungan sekitar dan interaksi di dalam keluarga. Jadi teringat rumah pertamaku beberapa tahun silam di pelosok kota. Rumah mungil ukuran 21, dibangun dengan susah payah, tambal sulam disesuaikan dengan biaya yang ada. Rumah yang menjadi bagian cerita kehidupan selamanya.

Dulu, waktu masih lajang dan sebulan sekali pulang ke rumah orang tua dari kost-an, di dalam bus antar kota, aku sering merenung memandang ke luar jendela. Pandangan mata tertuju pada deretan rumah-rumah mungil di lahan yang berbatasan dengan jalan tol. Sempat terbersit dalam pikiranku, “Andai kelak bisa punya rumah sendiri biarpun kecil tapi nyaman dan bikin hepi, nggak perlu kost di kamar kost sempit dan berebut kamar mandi” Dan harapan adalah doa. Sebelum menikah, calon suamiku mengabarkan jika ia sudah membayar uang muka untuk sebuah rumah mungil yang bisa kami tempati. Ah betapa gembira hati ini.

Tetapi kegembiraan itu berangsur pergi setelah kami menikah. Rumah type 21 itu tak bisa langsung ditempati dan perlu direnovasi sana sini. Kami pun ngontrak setahun selama menanti rumah siap dihuni. Duh, mana biayanya gede sekali. Sisa uang tabungan yang sudah berkurang sebagian untuk biaya pernikahan dikelola sedemikian rupa agar cukup untuk biaya renovasi? Cukupkah? Tentu tidak. Sebab merenovasi rumah butuh biaya ekstra luar biasa. Akhirnya nekad pinjam uang saudara dan bahkan berhutang melalui kartu kredit demi membangun rumah impian.

Setelah rumah berdiri dan kami pindah dari kontrakan, namun kebahagiaan yang kuimpikan tak kunjung menjadi kenyataan. Rumah yang kuharapkan sebagai tempat yang utuh, tak sekadar untuk berteduh ternyata berada di kawasan langganan banjir. Hujan tiga hari berturut-turut sudah cukup membuat sungai dekat perumahan meluap membanjiri perumahan. Air yang masuk dalam rumah cukup tinggi dan butuh waktu minimal empat hari untuk surut. Sungguh tak nyaman untuk dihuni, apalagi banjir selama musim hujan datang berkali-kali. Hingga akhirnya kami perlu menabung bertahun-tahun demi membayar uang muka untuk rumah baru.

Kenari Kebonkopi Alamsari, Mewujudkan Rumah Utuh nan Hommy

Segala yang terjadi dalam hidup telah digariskan sebelumnya. Terutama hidup mati, jodoh dan rezeki. Kenari Kebonkopi Alamasri menjadi potret ideal rumah utuh nan hommy yang ingin kuwujudkan jika ada rejeki.

Perumahan yang mempersembahkan hunian private dan asri. Terletak di lokasi strategis tengah kota namun tetap Eco Friendly. Sesuai namanya: Alamasri, lingkungan sekitarnya merupakan alam nan asri. Desain minimalis rumah bangunannya mengedepankan elegance dan simplicity, elegan, namun simple serta tampak bersih dan rapi. 

Mimpiku mewujudkan rumah utuh tak sekadar tempat berteduh. Tinggal di rumah dengan lingkungan nyaman tak hanya membuat produktif dalam berkarya di perusahaan, namun mampu membentuk pribadi. Tampil menjadi pribadi yang menawan dengan keluarga sakinnah, mawaddah warahmah.

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit