Hidup di desa sangat menyenangkan jika dilihat dari segi ketenangan suasana lingkungan, interaksi sosial, sistem sosial, dan budaya. Paling tidak, itu yang kurasakan selama hidup di desa.
Status ekonomi yang hampir seragam membuat kehidupan di desa yang menjadi tempat kelahiranku terasa adem-adem saja meskipun sebetulnya hidup di bawah garis kemiskinan. Antara warga yang satu dengan yang lainnya sama-sama merasakan pahitnya hidup miskin jadi mereka terbiasa saling berbagi jika ada rejeki berlebih kepada tetangga yang dirasa sedang kekurangan atau mendapat musibah.
Awal Mula Masalah
Administrasi kependudukan di desa biasanya dipasrahkan kepada perangkat desa begitu saja (jawa: pasrah bongkokan). Misalnya mau mengurus pembaruan data pada Kartu Keluarga (KK) maka warga bisa nitip ke perangkat desa (selanjutnya disebut pamong) yang dirasa mampu untuk menangani hal itu.
Warga yang merasa bodoh atau buta sama sekali terhadap sistem administrasi biasanya manut saja terhadap apa-apa yang disarankan oleh pamong yang mengurus berkas-berkasnya untuk diajukan ke disdukcapil atau kantor terkait. Kebanyakan dari mereka tidak mengecek data-data yang akan diurus itu. Hal ini lah yang sering menjadi sumber masalah.
Data Kependudukan Berbeda
Ketika berkas administrasi seperti KK, akte, KTP, ataupun perangkat lainnya telah selesai diurus, biasanya warga yang bersangkutan juga kurang teliti dalam mengecek data-data yang telah diterbitkan pemerintah itu. Misalnya ada perbedaan nama antara nama di KK dan di KTP atau antara nama di KK dengan nama di buku nikah tidak begitu dihiraukan dan tidak dianggap sebagai masalah.
Mereka baru sadar bahwa perbedaan nama, tanggal lahir, dan data lainnya itu sebagai masalah ketika berkas-berkas itu digunakan untuk mengurus keperluan administrasi. Walhasil! Mereka tidak bisa mengurus administrasi terkait sebelum membetulkan kerancuan data pada berkas administrasi yang dimilikinya. Dengan kata lain, mereka harus mengurus beberapa administrasi sekaligus.
Hal yang aku sayangkan adalah pamong yang dipercaya mampu membantu pengurusan administrasi tidak jeli terkait hal itu. Sudah tahu kalau warganya buta administrasi kok tidak dibantu masalah pengecekan data sebelum diterbitkan oleh pemerintah.
Data Administrasi Keluargaku Yang Konyol
Aku baru menyadari kalau data-data administrasi di keluargaku sangat konyol. Banyak perbedaan di sana-sini.
Misalnya nama bapak di KTP berbeda dengan nama di KK, nama ibu yang seharusnya Siti Musyarofah menjadi Musaropah Abidin. Nama kakak perempuanku berbeda antara di KK, KTP, dan buku nikahnya. Namaku yang seharusnya Ahmad Budairi malah disingkat menjadi A Budairi di KK dan KTP. Nama adikku yang seharusnya Siti disingkat menjadi ST.
Kesalahan nama seperti itu, bagi seorang programmer sepertiku sebetulnya tidaklah masalah. Karena yang menjadi primary key seharusnya adalah ID kependudukan atau NIK. Tapi di kehidupan nyata hal itu menjadi masalah. Kesalahan nama seperti itu menjadi penghambat dalam mengurus administrasi.
Pengubahan Nama
Dulu, ketika mau menikah, aku dihadapkan dengan kenyataan ada perbedaan nama pada berkas administrasiku. Dengan berat hati, aku menghapus prefix A pada namaku. Sehingga namaku jadi satu kata saja. Hal itu untuk menyeragamkan KTP dengan berkas lainnya. Karena kalau hal itu (penyeragaman nama) tidak dilakukan maka aku tidak bisa menikah secara resmi.
Pada bagian ini, yang aku sayangkan tidak ada bukti resmi dari pemerintah bahwa aku telah berganti nama. Walhasil! Jika nama baruku berbeda dengan nama yang tertera pada ijazah maka aku akan dianggap tidak pernah memiliki ijazah. Sekolahku bertahun-tahun tidak diakui oleh pemerintah.
Mengurus berkas administrasi di desa, sebagaimana yang kurasakan dulu ya harus siap blusukan di sawah untuk mencari perangkat desa terkait. Kalau tidak ketemu di sawah bengkok yang satu ya nyari di bengkok yang lain. Setelah mendapat stempel dari perangkat yang satu kemudian mencari perangkat lain yang kedudukannya lebih tinggi. Mencarinya kalau tidak di sawah ya di sekolahan tempat perangkat desa tersebut mengajar. Datang ke balai desa? Mau ngapeli jin penunggu?
Itu ceritaku dulu. Kalau sekarang sepertinya sudah bisa dimudahkan dengan teknologi Whatsapp jadi gak perlu blusukan di sawah. Tapi masalah ketelitian data rasanya masih sama. Nyatanya masih ada saja data nama yang berbeda di KK milik bapakku.