Film ini dibintangi oleh Jimmi Kobogau yang berperan sebagai Hans, Dewi Irawan sebagai Mak Uwo, Yayu Unru sebagai Parmanto, dan Ozzol Ramdan sebagai Natsir. Dirilis pada bulan september 2014 dan disutradarai oleh Adriyanto Dewa.
Berawal dari Hans yang mendapat tawaran meniti karir menjadi pemain sepak bola di Jakarta oleh seseorang, akhirnya dia menerima tawaran itu. Dia bertekad meninggalkan panti asuhan yang selama ini ditinggalinya untuk mewujudkan mimpinya menjadi pemain bola hebat. Keharuan menyertai perpisahan Hans dengan adik-adiknya di panti dan ibu pengasuhnya saat mengantarnya di bandara.
Mimpi Hans seketika hancur setelah dia kecelakaan dan mengalami patah tulang kaki. Klub bola tempat ia bernaung tidak mau menanggung biaya berobat yang sangat mahal. Ia pun dikeluarkan dari sana dan menjadi gelandangan di Jakarta.
Percobaan bunuh dirinya yang gagal membuatnya bertemu dengan Mak Uwo, pemilik warung Padang yang pulang dari pasar untuk berbelanja. Hans diajak ke warung oleh Mak. Meskipun dia sempat menolak, akhirnya bersedia juga mengikuti ajakan Mak.
Mak Uwo yang merasa kasihan pada Hans menawarinya untuk kerja di warung miliknya. Hal itu ditentang oleh Parmanto, juru masak warung dan Natsir yang bekerja sebagai pelayan warung. Namun Mak Uwo bersikukuh ingin membantu Hans. Hans pun bersedia.
Hans marah ketika meminta uang sebagai upah dia bekerja namun tidak dikasih oleh Mak. Mak bersikeras tidak pernah janji akan memberi uang sebagai imbalan untuk Hans. Meskipun disuruh pergi, Hans bersikeras menunggu di depan warung. Dia tidak akan pergi sebelum diberi uang. Mak tidak mau memberi uang pada Hans meskipun dibujuk oleh Natsir. Dia beralasan kalau diberi uang akan cepat habis. Sebaliknya kalau diberi kail maka akan membuat Hans semakin termotivasi untuk berjuang.
Konflik terjadi saat Parmanto protes karena Mak tidak mau menurunkan kualitas masakan sedangkan pendapatan menurun. Di sisi lain, Mak malah mengajak Hans untuk bekerja. Kekecewaan Parmanto yang meluap membuatnya nekat meninggalkan warung Mak untuk bekerja di warung Padang yang ada di sebelah miliknya Mak Uwo persis.
Puncak konflik terjadi saat Mak, Natsir, dan Hans makan di warung sebelah. Mak menyadari kalau masakan yang dijual itu menggunakan resep miliknya. Dia yakin kalau itu ulah Parmanto. Dia pun melabrak Parmanto di dapur. Alih-alih meminta maaf, Parmanto malah menantangnya.
Ketegangan mereda saat Mak jatuh sakit padahal sedang ada pesanan untuk pesta pernikahan. Parmanto yang mengetahui hal itu datang ke warung Mak untuk membantu Hans memasak. Saat itu, Natsir sedang mengantar Mak ke rumah sakit. Parmanto menyadari kalau Hans punya bakat masak. Dia menguasai resep masakan yang diajarkan Mak Uwo. Termasuk kari kepala ikan, masakan andalan Mak, yang tidak diajarkan pada Parmanto.
Ada yang menurutku janggal pada film ini yaitu ketika mak Uwo hendak menyelamatkan Hans, ada dua orang yang melewati Hans yang sedang tergeletak di penggir jembatan dengan ekspresi datar. Kedua orang itu membuat adegan film jadi tidak menyentuh bagiku.
Film ini bisa sangat sensistif bagi sebagian orang karena melibatkan interaksi antar ras. Akan tetapi, menurutku pribadi, film ini sangat bagus untuk mendidik kita agar tidak rasis.
Mak Uwo mengajarkan kalau menolong orang tidak perlu melihat latar belakangnya. Pun harus dilakukan dengan bijaksana dan tuntas.