Program Pertukaran Pendidik Ponpes Dengan Sekolah Formal

Pendidikan merupakan hal penting bagi manusia. Tanpa pendidikan, manusia akan cenderung berperilaku seperti binatang. Ia akan hidup hanya untuk memenuhi syahwat saja tanpa memikirkan keseimbangan hidup yang berkelanjutan.

Suatu pekerjaan apabila diserahkan pada yang bukan ahlinya akan rusak. Contoh gampangnya begini: bapakku adalah seorang petani. Jika tiba-tiba bapak diminta untuk melakukan operasi bedah pada seorang pasien yang menderita penyakit liver maka kemungkinan terbesar yang akan terjadi adalah kegagalan operasi yang menyebabkan pasien tersebut meninggal dunia. Demikian pula dalam hal pendidikan. Seorang guru spesialis matematika tidak bisa sekonyong-konyong diminta untuk mengajar pada matapelajaran ushul fiqih tanpa memiliki keilmuan yang cukup mendalam di bidang itu. Pengetahuan dasar pun tak cukup jika digunakan untuk mengajar orang lain meskipun yang diajar tampak lebih awam.

Pemerintah Indonesia berusaha membagi jurusan perkuliahan di Indonesia sesuai bidang keilmuan masing-masing namun agaknya upaya pemerintah ini belum mampu mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Seorang sarjana Geografi misalnya, ia belum tentu mampu menjadi pendidik Geografi yang ideal karena pendidikan yang didapat ketika kuliah tidak matang. Entah karena sistem pendidikannya atau metode pengajarannya yang menjadikannya sebagai sarjana belum siap pakai. Itu adalah gambaran dari sarjana yang mengajar linear sesuai jurusannya. Apalagi jika sarjana Geografi diminta mengajar mata pelajaran Kimia?

Program pertukaran pendidik antara pondok pesantren (ponpes) dengan sekolah formal dan/atau sampai jenjang perguruan tinggi sangat diperlukan untuk meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan oleh pendidik yang bukan ahlinya. Seorang guru mata pelajaran fikih, akidah, atau muammalah di pondok pesantren bisa ditarik ke sekolah formal untuk menjadi guru agama. Guru bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau pendidikan moral pancasila (PMP), serta mata pelajaran umum lainnya yang merasa diperlukan bisa ditarik ke pondok pesantren untuk mengajar di sana. Semuanya perlu dikalkulasi dengan cermat agar tidak menimbulkan bentrokan sistem yang diberlakukan pada masing-masing sekolah dan pondok pesantren yang mengikuti program pertukaran pendidik.

Program pertukaran pendidik ini akan berdampak positif untuk siswa dalam mendapatkan pendidikan langsung dari yang benar-benar ahlinya. Bukan dari pendidik yang menjelaskan dengan pemahaman yang ngawang (ragu-ragu). Selain itu, pendidik yang mengikuti program pertukaran akan mendapat pengalaman dan wawasan baru untuk mengembangkan skillnya karena bisa berinteraksi dengan orang-orang baru dengan beragam karakter dan level pendidikan. Atmosfer kelas dan kelompok sosial  baru biasanya akan menumbuhkan semangat baru.

Suatu maqolah kurang lebih mengatakan begini, “air yang menggenang (tidak bergerak) akan cenderung mudah keruh. Sedangkan air yang mengalir akan cenderung jernih”. Program pertukaran pendidik ini bisa juga sebagai sarana untuk menjernihkan pikiran dan wawasan bagi masing-masing pendidik. Pendidik pesanren tidak lagi menganggap pendidikan gaya formal tidak penting karena bukan bagian dari ilmu agama. Sebaliknya guru sekolah formal tidak lagi  menganggap pendidikan gaya pesantren tidak penting karena ketinggalan jaman dan tidak aplikatif. Sudah saatnya para pendidik bersatu untuk kejayaan bangsa Indonesia. Are you ready? 

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit