Pria Berotak Mesum Tapi Wanita yang Disalahkan

Mesum adalah sinonim dari kata cabul. Kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku negatif atau tidak senonoh. Entah itu dalam bentuk perbuatan nyata atau hanya sekedar terbersit dalam fikiran yang dikenal dengan istilah mesum sejak dari fikiran. Berbeda dengan kata senggama, hubungan badan, hubungan seksual, atau jimak yang bisa digunakan untuk merujuk perbuatan positif ataupun negatif.

Wanita seringkali menjadi korban dari perilaku mesum yang banyak bersarang di dalam otak pria. Entah sebagai korban perilaku mesum secara langsung atau korban dari efek domino perilaku tersebut. Otak pria yang didominasi dengan pikiran mesum (selanjutnya disebut dengan otak mesum) akan mengonversi data audio visual yang diterima sensornya menjadi impuls-impuls mesum yang siap diedarkan melalui pembuluh darah. Semakin banyak impuls mesum yang diedarkan akan membuat jatung berdebar lebih cepat dan nafas tersengal. Hal ini akan menjadi pemicu pemilik otak mesum mencari objek pelampiasan. Objek ini sebenarnya tidak melulu harus perempuan namun bisa juga benda-benda yang dapat dipersonifikasikan menjadi pelampias hasrat ingin mesumnya.

Ada beberapa kelompok orang yang malah menyalahkan wanita ketika ada seorang wanita menjadi korban pemerkosaan. Beberapa diantaranya menyalahkan cara berpakaian wanita yang mengundang sahwat seksual pria, beberapa menganggap bahwa pemerkosaan terjadi karena cara bergaul wanita yang membuat pria mendapat kesempatan untuk memerkosa, dan ada juga yang beranggapan bahwa pemerkosaan terjadi karena wanita layak mendapat perlakuan seperti itu, dijadikan budak seks. Naudzu billah.

Apa pun alasannya pemerkosaan tetaplah tindakan yang keji meskipun pada akhirnya wanita mau menurut begitu saja karena takut akan ancaman mau dibunuh jika tidak menurut. Jika kita mau menggunakan nalar untuk berpikir, sebenarnya bentuk pemerkosaan sangat beragam. 

Pemerkosaan yang  banyak terjadi adalah pemerkosaan yang dilakukan seorang pria terhadap wanita yang dianggap pacarnya. Pemerkosaan ini biasanya diawali dengan bujuk rayu dan menggunakan iming-iming janji manis. Ketika iming-iming, bujuk rayu, dan cara-cara halus lainnya tak mempan biasanya akan dilanjutkan dengan cara agak kasar disertai sedikit intimidasi seperti diancam ngambek, selingkuh,  diputus atau lainnya.

Ketika seorang wanita akhirnya bersedia melayani hasrat mesum pria yang dianggap pacarnya meskipun dengan suka rela atau terpaksa sebenarnya ini adalah bentuk dari sebuah pemerkosaan. Hanya saja pemerkosaan ini dilakukan melalui serangan atau tekanan psikis. Bukan serangan atau tekanan fisik.

Wanita yang telah direnggut kesuciannya akan semakin memiliki banyak kelemahan psikis yang dapat dimanfaatkan pria berotak mesum untuk menjalankan aksinya. Pria yang menjadi pacarnya akan memiliki senjata baru untuk mengulangi perbiutannya. Ancaman putus akan lebih kuat pengaruhnya karena wanita itu merasa tak sesuci dulu dan merasa sulit untuk mencari orang yang mau menerimanya. Ia akan sepenuh hati berharap pacarnya itu bertanggung jawab. Maka ancaman putus akan menjadi jurus yang mematikan bagi dia.

Bentuk ancaman lain yang lebih tinggi adalah akan disebarkan foto atau video mesumnya dengan pacarnya itu jika tidak mau mengulangi perbuatan mesum dengan pacarnya. Hal ini jauh lebih mematikan dibanding dengan ancaman putus. Terlebih bagi gadis-gadis usia adolesen yang masih duduk di bangku sekolah atau kuliah. Ketika akhirnya foto atau video tersebut beredar dan wanita itu diketahui publik telah melakukan perbuatan mesum biasanya ada saja yang menyalahkan pihak wanita. Bahkan! Ada yang bilang dengan sinis, “itu akibatnya kalau wanita berpacaran”. Padahal! Di belahan bumi lain ada guru ngaji yang tega mencabuli anak didiknya, bukan karena dia pacarnya tetapi karena otak mesumnya yang menguasai. Di tempat lain ada orang tua yang memerkosa anak kandung/tirinya. Apakah anak dan orang tua itu juga pacaran?

Oke! Oke! Komparasi itu tidak sesuai. Aku tahu! Pokok masalahnya wanita yang berpacaran dianggap berpotensi diperkosa pacar tapi bukan berarti yang tidak pacaran tidak berpotensi diperkosa pria berotak mesum. Gitu ya? Hal ini jika dibahas tidak akan rampung. Ada yang menyalahkan pria karena kebanyakan dia yang memulai menyebarkan hasrat mesum dengan candaan cabul atau lainnya. Namun ada juga yang menyalahkan wanita karena ia mau saja pacaran. Terlebih bagi mereka yang dianggap tidak berhijab ketika perbuatan mesum itu terjadi maka kesalahan yang didakwakan padanya akan sangat bertubi-tubi.

Beberapa tindakan wanita yang dianggap sebagai kesalahan ketika ia menjadi korban pemerkosaan diantaranya adalah: berjalan sendirian, membuka aurat, pacaran, salah memilih teman, keluar malam, genit. Tapi faktanya adalah pemilik otak mesum banyak yang tidak memperhitungkan perbuatannya. Ada yang nekat memerkosa di rumah wanita, gadis berjilbab pun ada yang diperkosa, jomblo pun ada yang jadi korban pemerkosaan, wanita pendiam yang jadi korban pemerkosaan juga ada. Seberapa banyak yang menyalahkan pria berotak mesum ketika berhasil mendapatkan korban? Paling banyak yang terjadi adalah pria tersebut disalahkan ketika dihajar masa atau dihukum pihak berwenang. Tapi kalau akhirnya dia berdamai dengan keluarga wanita apa masih tetap disalahkan? Wanita yang menjadi korban (atau yang melakukan dengan suka rela) disalahkan atau tidak?

Sebetulnya aku geram ketika membaca tulisan seperti ini:

Wahai wanita, tutuplah aurat kalian dengan benar. Bantu kami (pria) menjaga pandangan. Bantu kami agar tidak sulit gerak karena dimana-mana kalian membuka aurat

Wahai wanita tutuplah aurat kalian karena dengan begitu kalian akan aman. Jangan sampai baru menyesal di kemudian hari ketika kamu menjadi korban pemerkosaan

Membaca tulisan-tulisan seperti itu dengan berbagai varian sebenarnya aku gemes. Tampak lucu karena seakan-akan penulis meminta belas kasihan wanita karena kuwalahan menjalankan perintah agama. Bayangkan saja jika seorang striker sepak bola berkata begini:

Hoi… jangan rapat-rapat lah barisan kalian (tim lawan) agar aku bisa mencetak goal.

Jangan kuat-kuat kalau menyerang biar gawang kami tidak kebobolan.

Sebetulnya semakin besar godaan yang diterima seorang dan dia mampu menahan godaan itu maka jauh lebih baik dibanding seseorang yang tak pernah merasakan godaan. Seorang ahli ibadah yang tinggal di daerah sepi maksiat dan bebas dari godaan belum tentu lebih baik dari seseorang yang tinggal di sarang maksiat, menerima banyak godaan dan sesekali terjerumus hanyut dalam godaan.

Pada umumnya, godaan wanita (sebagai perhiasan dunia) memanglah ingin menunjukkan keindahannya kepada penghuni dunia. Dan godaan pria salah satunya adalah ingin menikmati keindahan wanita (حب الشهوات من النساء). Kalau mengikuti hukum ekonomi adanya penawaran karena ada permintaan maka jika terjadi perbuatan mesum yang sebetulnya patut disalahkan adalah pria karena dia yang meminta kemudian wanita memberi penawaran. Tapi… ya gitu deh… semuanya tidak bisa digeneralisasi.

====****====

Tulisan ini merupakan simpulan singkat dari pengamatan yang kulakukan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir dengan mayoritas sampel dari remaja usia adolesen.

Cheers
Ahmad Budairi

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit