Garam bukanlah makanan pokok bagi bangsa Indonesia. Tetapi tanpa adanya garam akan membuat sebagian besar masyarakat Indonesia merasakan berkurangnya nikmat pada makanan pokok atau makanan tambahan yang disantap.
Beberapa hari terakhir ini banyak beredar tulisan-tulisan lepas dari masyarakat di Indonesia yang merasa terkejut karena harga garam di pasaran meningkat serta keberadaannya langka. Banyak tulisan-tulisan itu bersifat tendensius dengan menganggap pemerintah telah gagal menjalankan tugasnya karena tidak bisa mengelola negara. Garam langka dan mahal di negara maritim adalah sebuah bukti bahwa pemerintah telah gagal menjalankan tugasnya.
Alangkah eloknya jika kita… iya kita-kita ini sebagai masyarakat hendaknya berkaca dulu sebelum mengolok pemerintah telah gagal menjalankan tugasnya. Apakah kita sebagai masyarakat juga telah berhasil menjalankan tugas kita ataukah sebaliknya? Jangan-jangan kita masih suka ngomel ketika pemerintah memberlakukan suatu aturan yang tidak sesuai pemikiran kita namun ketika pemerintah bersedia mengikuti pemikiran kita ternyata gagal juga tetap diomeli. Mungkin ada baiknya pemerintah kita diganti dari kaum ibu-ibu seperti misalnya ibu Megawati misalnya biar tidak salah melulu. Karena ya gitu… wanita tak pernah salah.
Oke! Sekarang mari kita mulai yuk pembahasan mengenai penyebab garam langka di Indonesia.
Pertama, penyebab garam langka di Indonesia pada akhir-akhir ini adalah menurunnya produktivitas garam. Eits…. garam yang mana, bro?
Kalau ada yang mengatakan penurunan stok garam di pasaran disebabkan oleh produktivitas yang menurun maka kita perlu bertanya. Garam yang dimaksud itu garam konsumsi apa garam produksi.
Apa sih perbedaan garam konsumsi dengan garam produksi itu?
Secara umum, garam konsumsi adalah garam yang dihasilkan melalui suatu proses penambahan iodium (yodium). Sesuai aturan pemerintah Kepres No 69/1994 Tanggal 13-10-1994 garam konsumsi harus memiliki kandungan NaCl 94.7%, air laut maksimal 5%, dan KIO3 (iodium/yodium) antara 30-80 ppm atau setara 30-80 mg/1 kg garam.
Mengapa harus menggunakan garam beryodium?
Peraturan pemerintah dibuat bukan tanpa alasan. Penambahan zat yodium pada garam bermaksud untuk memenuhi kebutuhan yodium tubuh. Jika tubuh kekurangan zat yodium ini maka akan lebih besar potensi terserang penyakit gondok (membesarnya kelenjar thyroid). Jangan salah ya! Penyakit gondok itu berbeda dengan penyakit gondongan. Kalau penyakit gondongan itu disebabkan oleh virus yang menyebabkan membesarnya kelenjar ludah sedangkan penyakit gondok sering digunakan untuk memberi istilah pada kelenjar thyroid/tiroid yang membesar.
Kembali ke pembahasan. Garam produksi adalah garam yang dihasilkan tanpa melalui proses penambahan yodium. Seperti garam-garam yang dihasilkan oleh petani garam (garam alami) itu biasanya digunakan untuk produksi. Entah pembuatan bata, memberi minum ternak, pembuatan dasar tambak ikan, dll. Tapi ya tetep ada yang dilanjutkan ke tahapan produksi selanjutnya yaitu penambahan zat yodium dan menyulap garam alami itu menjadi garam konsumsi.
Menurunnya produktivitas itu tentu disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk garam konsumsi, aku belum bisa menulis faktor-faktornya yang berdampak secara langsung karena jujur saja tidak punya channel atau kesempatan berinteraksi langsung dengan produsen garam konsumsi. Sedangkan untuk garam produksi ada beberapa teman yang bisa kukorek langsung informasi darinya terkait produksi garam di daerah Rembang, Jawa Tengah dan di beberapa daerah di pulau Madura, Jawa Timur. Mereka itu adalah anak-anak petani garam.
Beberapa teman menuturkan bahwa menurunnya produktivitas garam yang terjadi pada produksi petani garam adalah cuaca yang tak menentu. Gagal panen garam yang disebabkan oleh buruknya cuaca ini menyebabkan menurunnya jumlah stok garam produksi di pasaran.
Kedua, selain cuaca yang buruk, stok garam yang menurun juga disebabkan berkurangnya lahan garapan untuk memproduksi garam. Alih guna lahan ini bisa disebabkan faktor keluarga, ekonomi, atau aturan pemerintah. Tidak bisa digeneralisasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Ketiga, trend anak muda yang enggan menjadi petani garam juga menjadi penyebab menurunnya produksi garam di Indonesia. Jadi, kalaupun Indonesia punya pantai yang panjangnya 7 kali keliling bumi tetapi sedikit sekali petani garamnya apa mungkin bisa mencukupi kebutuhan garam di Indonesia? Cobalah… coba kita merenung jika suatu daerah pantai mau disulap sebagai lahan untuk pertanian garam atau untuk pariwisata maka kemungkinan terbesar yang akan kita dukung yang mana?
Lalu mengapa garam konsumsi jadi mahal dan langka? Jujur saja aku tidak bisa menjawabnya karena garam di sini tidak langka dan harganya masih seperti biasa. Mungkin ada yang mau memberikan tanggapan atau sanggahan… dipersilahkan.