Pesan Steak dapat Babi Panggang

“Steak itu makanan apa, to?” Tanyaku pada istri ketika awal-awal di Salatiga. Waktu itu kami janjian ketemu dengan temannya Ayi di salah satu kafe yang ada di Salatiga. Tempat yang masih terasa asing bagiku.

Aku pertama kali melihat steak secara langsung ketika kopdar dengan teman-teman anggota kelompok PPL lintas jurusan. Beberapa hari usai PPL di Mojokerto, kami mengagendakan kopdar untuk melepas penat setelah hampir 2 bulan mengikuti PPL di salah satu sekolah Negeri di Mojokerto. Kopdar kami bertempat di salah satu kafe yang terletak di Surabaya bagian timur. Agak jauh dari kampusku yang berlokasi di Ketintang. Beberapa teman memesan steak sesuai selera mereka. Karena aku masih sangat asing dengan masakan jenis ini, aku pun tidak ikut memesannya. Hanya memesan secangkir kopi hitam yang harganya paling murah dilihat dari daftar harga yang disuguhkan. Beberapa teman laki-laki juga melakukan hal sama sepertiku.

Ilustrasi steak sirloin
Ilustrasi steak sirloin

Kehidupanku di Salatiga memaksaku berubah. Kafe tak lagi menjadi tempat asing nan angker. Beberapa pemesan produk yang kutawarkan seringkali mengajak ketemu di kafe. Terkadang mereka yang membayari makananku. Di waktu lain, aku yang membayari pesanan mereka.

Frekuensi makan masakan khas kafe yang meningkat, terlebih masakan juru masak kafe yang menjadikan menu andalan mereka adalah steak tak juga merubah selera makanku. Masakan yang berbahan utama daging masih menjadi pilihan ke sekian setelah tempe goreng dan sambal atau ikan asin dan sambal. Kedua jenis makanan terakhir ini masih menjadi favorit. Diikuti jenis masakan lain yang berbahan utama non daging.

Ketika nangkring di kafe dengan mereka yang tertarik dengan produk tawaranku, sering kali aku ingat keluarga di rumah. “Jika Ayi ikut tentu akan lebih asyik”, batinku. Aku tahu kalau Ayi suka masakan berbahan utama daging. Ketika aku makan di kafe tanpa mengajak Ayi seperti itu, biasanya tak akan habis kumakan meskipun porsinya sedikit. Lha wong jelas-jelas gak suka daging. “Kalau Ayi di sini, pasti dia akan tlaten menghabiskan makananku”, lamunku. Yups! Pengandaian yang mustahil sebetulnya. Oleh karena itu, ketika aku ada waktu luang atau ketika memang sedang pengen keluar, aku sering mengajaknya ke kafe. Dengan begitu, aku berharap bayang-bayang itu tidak meracuni pikiranku lagi ketika bertemu dengan calon pemesan produk di kafe lagi.

Suatu siang, aku mengajak Ayi ke sebuah kafe di pinggiran kota Salatiga. Desain kafenya sederhana. Tidak bertema green kafe, rustic, ataupun lainnya. Tampak apa adanya. Aku memilih tempat di lantai 2 sambil menikmati pemandangan taman yang ada di depan kafe. Beberapa saat kemudian, aku memesan paket 1 yang berisi steak original, nasi, dan teh botol. Hanya menu itu yang kukenal. Tidak mau beresiko memesan menu lainnya. Khawatir gak doyan. Ayi memesan sirloin dan teh panas.

Beberapa saat kemudian, menu yang kupesan datang. Aku pun segera menyantapnya. Tak lama kemudian, menu yang dipesan Ayi datang. Aku menangkap wajah Ayi yang kebingungan. “Bah, iki opo?”, tanyanya. Aku tanya balik padanya “lha mau pesen opo?”. Dengan sambil mengingat-ingat namun tak kunjung ingat, ia menjawab, “embuh! Tapi koyoke dudu iki”. Aku katakan padanya kalau pramusaji yang mengantarkan pesanan itu mengatakan kalau menu yang diantarkannya bernama sirloin. “Sirloin ki opo, Bah?”. Tanyanya kebingungan. “Babi” jawabku asal dan singkat. Ia tampak semakin bingung kemudian segera meraih handphone milikku yang sudah terkoneksi dengan wifi kafe. Ia berusaha mencari petunjuk mengenai sirloin.Beberapa saat kemudian, dengan wajah sumringah, ia berkata “ora yo! Sirloin ki daging sapi”. Aku pun menanggapinya dengan datar, “yo wis to. Ndang dimaem”. Aku sebenarnya tak berpikir sejauh itu. Sebelum masuk ke kafe, aku akan mengorek masakan-masakan yang ditawarkannya. Tak mungkin di kafe itu menyuguhkan menu berbahan dasar daging Babi.

Pada kesempatan lainnya, ketika dalam perjalanan menuju Bojonegoro, kami mampir di sebuah warung sate di pinggir jalan. Kami langsung masuk saja tanpa mengamati daftar menu yang dipajang di depan warung. Beberapa saat kemudian, sate yang kami pesan datang. Melihat sate yang disuguhkan kepada kami lain dari biasanya membuat kami celingukan. “Iki sate opo kok daginge warnane putih?” Tanyaku pada Ayi. Ia menjawab tak tahu. Aku sempat khawatir sebenarnya karena pernah melihat ibu-ibu berjilbab menjual gulai daging anjing. Apesnya, aku tak pernah melihat daging anjing itu seperti apa sehingga sajian sate itu sempat membuatku paranoid namun, hal ini segera mereda ketika melihat di daftar menu hanya bertuliskan sate ayam. Tidak ada sate lainnya.

Lain waktu lagi, saudaraku yang sedang benar-benar mencari kerja kuarahkan mencari kerja melalui situa online yang kupercaya. Ia pun segera melakukannya. Beberapa hari kemudian, ia mengatakanku kalau dapat panggilan interview di Surabaya. Ia memenuhi panggilan itu. Beberapa hari kemudian, ia pulang lagi dengan wajah kecewa. Bukan karena ia ditolak kerja di sana melainkan karena ia tak paham apa yang sebenarnya sudah ditulis dengan jelas. Bahkan menjadi branding rumah makan itu. Salah satu kata yang jelas adalah penggunaan kata pork. Ia tidak tahu kalau arti kata pork itu adalah babi. Ndilalah, ia di sana diminta kerja untuk membantu juru masak untuk memasak babi. Mulai dari tahap awal hingga penyajian. Ia memutuskan untuk tidak jadi bekerja di sana. Ia kembali pulang dengan senyuman kecut.

Tulisan ini kubuat sebagai pengingat dan peringatan. Lain kali kalau tidak tahu atau ragu mending dihindari atau tanyakan dulu ke pelayan biar lebih jelas dan tidak membuat hati was-was. Makanan itu adalah sumber utama penyuplai energi tubuh kita. Kalau ia berasal dari bahan yang najis atau memiliki illat haram lainnya maka akan memengaruhi tubuh dan jiwa. Kata guru fikihku dulu.

Lalu, di mana babi panggangnya? Tanyakan saja pada Jarjit. Mungkin dia lagi mengadakan promo “Dua singgit, dua singgit” alias satu ringgit dapat dua porsi babi panggang.

Cheers
Nusagates

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit