Bau segar menguar begitu bungkus godhong jati dibuka. Bau khas paduan godhong jati dan nasi yang masih mengepul uap panasnya, yang membuatku menahan air liur dan bersegera untuk melahapnya.
Harganya hanya dua ribu rupiah, setara dengan roti gandum coklat favorit si K. Dua ribu rupiah yang membuatku kenyang, dengan kluban-sayur rebus- daun ketela rambat, cambah juga kacang panjang. Komplit dengan bakwan dan tempe goreng. Sambal kacangnya pun khas, hmmm, sepertinya bumbu yang digunakan agak berbeda dengan bumbu yang kugunakan saat membuat pecel di rumah.
Bojonegoro dan Dhong Jati
Semenjak di Bojonegoro, aku terpukau dengan hutan jati yang bertebaran dimana-mana. Di kebun penduduk pun, kebanyakan ditanami oleh pohon jati.
Investasi yang tinggi, nih. Mengingat harga kayu jati sangat tinggi. Bhahaha, emak K mata duwitan.
Banyaknya pohon jati yang bertebaran di seantero kabupaten, masyarakat sekitar memanfaatkan daunnya sebagai alat untuk membungkus berbagai keperluan. Dari bawang-brambang sampai ikan kali. Kearifan lokal yang patut diacungi jempol, mengurangi jumlah limbah plastik. Ramah lingkungan.
Pecel Dhong Jati
Kami biasa mendapatkan pecel dhong jati di pasar tiap pagi. Pasar yang hanya beroperasi setiap shubuh-matahari terbit di perempatan jalan, dengan menggunakan bahu-bahu jalan sebagai lapaknya. Jangan tanya apakah enggak menyebabkan macet, ya macet, lah, cuman enggak semacet di jalan utama kota. Heuheuu
Harga pecelnya sendiri beragam, tergantung lauk apa yang diminta dan seberapa besar porsinya. Buatku pecel dhong jati seharga dua ribu rupiah dengan lauk tempe goreng dan bakwan sudah cukup mengenyangkan. Jika meminta lauk telur ceplok, kaucukup menambah dua ribu rupiah.
Hidup di kampung memang serba murah, tetapi jangan pernah protes dengan fasilitas yang serba terbatas. Pengennya sih tinggal di kampung dengan gaji rasa ibukota, tetapi untuk update blog saja harus mengais-ngais sinyal, apalagi untuk upload video, loading lima jam pun belum tuntas. Bhahaha.
Abah K dan Pecel Dhong Jati
Selera makan abah K terhitung timbul tenggelam. Beliau bukan tipe suami yang ribet soal makanan. Jika selera sedang bagus, nasi dengan sambel korek pun dilahapnya. Jika sedang tenggelam, hmmm, jangankan sambel korek, nasi lauk ati ayam favoritnya saja dianggurin. Hahaha
Kalau sudah enggak nafsu makan, biasanya aku dengan sukarela berburu godhong jati di kebun milik tetangga, untuk apalagi jika bukan untuk membuat pecel dhong jati. Lama-lama jadi pengen punya kebun jati sendiri. Wkwkwk
Bumbu Pecel Dhong Jati ala Emak K
Jangan tanya berapa kali aku mencoba meracik bumbu sampai bumbunya sesuai dengan selera abah K. Berkali-kali, enggak kehitung berapa kali, ternyata kuncinya ada di mengganti air asam dengan tomat dan meniadakan kencur. HAHAHA
Bahan Sambal Pecel Dhong Jati
- Kacang kulit yang sudah digoreng
- Cabai secukupnya
- Kulit daun jeruk limau secukupnya
- Tomat
- Garam
- Gula Jawa/ Gula Aren
- Bawang Putih
- Bawang Merah
Cara Membuat Pecel Dhong Jati
- Goreng cabai, tomat, bawang merah dan bawang putih
- Tumbuk kulit jeruk limau sampai halus.
- Tumbuk cabai, tomat, bawang merah dan bawang putih hingga halus.
- Tumbuk gula jawa/ gula aren.
- Tumbuk kacang tanah yang telah digoreng, kalau aku biasanya agak kasar. Campur rata.
- Tuangkan sedikit air panas matang.
- Sajikan nasi yang masih hangat di atas daun jati. Posisi daun yang kasar dengan tulang daun yang lebih menonjol berada di atas. Letakkan sayuran, siram dengan sambal pecel.
Terbukti, hanya dengan sambel pecel dan alas makan godhong jati, selera makan abah K kembali bagus. Bau segar perpaduan uap panas dari nasi dan godhong jati berhasil memancing selera makannya.
So, di tempat kamu, kearifan lokal makanannya apa, Dear?