Di Salatiga, setiap kali ada pernikahan nyaris tidak pernah meninggalkan tradisi ngudak jenang. Jenang bewarna coklat kehitaman ini menjadi menu wajib di setiap acara pernikahan. Bahannya yang mahal dan proses pembuatannya yang lama dan membutuhkan banyak tenaga tidak menyurutkan oang-orang untuk tetap melestarikan tradisi peninggalan nenek moyang.
Pembuatan Jenang di Acara Pernikahan Salatiga
Jenang Manten, begitu kami sering menyebutnya, hanya dibuat di acara pernikahan saja. Jenag manten berbahan dasar tepung ketan, santan, gula merah ini menjadi primadona di setiap hajatan pernikahan.
Proses pengadukannya membutuhkan paling tidak 3-5 orang dalam satu wajan. Jika membuat tiga wajan besar, berarti membutuhkan 15 oang pengaduk. Tungku apinya pun unik, di Salatiga, Noborejo, khususnya, tungku api pembuatan jenang dodol menggunakan gelonggong batang pisang.
Waktu yang dibutuhkan untuk membuat jenang ini adalah semalam suntuk. Guyub rukun gotong royong warga sangat terasa saat pembuatan jenang manten. Di beberapa kesempatan juga ada yang membuat sesajen terlebih dahulu sebelum membuat jenang manten, tetapi emak K ora paham. Heuheu.
Proses pembuatannya sungguh panjang, kupas kelapa, pisah kelapa dengan tempurungnya, marut kelapa, meras santannya. Baru dicampur dengan gula jawa dan tepung ketan. Itu pun ngaduknya aduhaiiii, dari cair sampai lengket maksimal. Butuh bantuan belasan orang untuk mengerjakannya. Jenang manten ini menyimpan guyup rukun warganya.
Filosofi Jenang Manten
Bukan orang Jawa jika membuat sesuatu tanpa bertabur filosofi. Jenang manten pun, dari proses pembuatannya sampai bentuk jadinya menyimpan filosofi dan doa mendalam untuk pengantin.
Proses pembuatan Jenang manten yang lama, nyaris semalaman, kira-kira 7-8 jam, menyimbolkan doa untuk pengantin: langgeng. Bertahan lama, hingga maut memisahkan.
Jenang Manten yang sangat lengket, jangan coba-coba mengambil jenang saat belum mengeras, susah ngilanginnya, menyimpan doa tersembunyi: semoga pasangan pengantin ini lengket, serekat komponen jenang. Santan, tepung ketan, gula jawa melebur menjadi satu, sedemikian dalamnya doa untuk sifat dan latar belakang pasangan pengantin, semoga melebur segala perbedaan yang dibawa.
Proses pembuatan Jenang Manten yang membutuhkan tenaga lebih, bahan membutuhkan banyak orang untuk menyelesaikannya, menyimpan nasihat untuk sang pengantin; bahwa hidup berkeluarga itu butuh perjuangan dan kerjasama antara suami istri, juga anggota keluarga lainnya yang solid.
Dulu saat menikah, di rumah juga sempat membuat Jenang Manten, cuma eike kagak sempat pota-poto. HAHAHA. Ini belum filosofi pada tradisi di setiap prosesi pernikahan, belum jenang sunsum yang dibagikan setelah acara selesai. Akan aku tulis di postingan berikutnya. So, stay tuned ya!