Delman atau disebut juga dengan istilah Andong bagi sebagian besar masyarakat Salatiga dan disebut dengan istilah Dokar oleh masyarakat Cepu dan sekitarnya merupakan transportasi umum yang keberadaannya hampir punah digeser oleh alat transportasi modern.
Di kota Salatiga, keberadaan Andong dan fungsinya masih bisa dijumpai di pasar kota untuk keperluan transportasi maupun sarana wisata berkeliling Salatiga. Sedangkan di kota Cepu keberadaan dokar masih banyak dijumpai di tempat-tempat tertentu diantaranya Plasa Cepu, pinggir lampu merah Tuk Buntung, dekat terminal bis, atau di pertigaan dekat jembatan penghubung antar provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Hari ini, aku bersama Widut dan si K menyempatkan diri untuk naik dokar sambil melihat pemandangan sekitar kota Cepu. Berasal dari Plasa Cepu menuju jalan pemuda kemudian berbelok ke arah lampu merah Tuk Buntung dan kembali lagi ke Plasa.
Naik delman selalu membuatku tegang apalagi di saat jalanan ramai. Terkadang aku sampai paranoid, “bagaimana kalau sampai pak kusir kehilangan kendali sehingga delman yang seharusnya berhenti malah menyerobot lampu merah?”, namun hal itu tidak membuatku mengurungkan niat untuk naik delman. Aku tetap menikmati. Kulihat Widut dan si K pun tampak begitu menikmati pula hingga kami lupa ambil foto bersama. ???? Jadi, foto yang kugunakan pada artikel ini bukan foto jepretan sendiri melainkan comot dari blognya mas Teguh Cepu.
Delman yang kami naiki ini sebetulnya bukan delman yang dikhususkan untuk sarana wisata. Kami bertanya secara acak kepada pak kusir yang sedang santai di atas delman mengenai biaya naik delman memutari plaza. Seorang kusir yang ditanya Widut menjawab Rp. 10.000 dengan agak ragu. Sepertinya ini merupakan permintaan layanan yang tidak biasa. Mendengar jawaban itu, aku mbatin, “kok murah banget. Jangan-jangan karena ini kudanya jadi kurus”.
Perjalanan naik delman pun dimulai. Ketegangan pertama terjadi ketika berhenti di lampu merah kemudian tepat di samping kami ada bengkel yang sedang menguji sepeda motor dengan suara yang sangat keras. Aku takut kudanya lari karena mendengar suara motor yang memekakkan telinga itu.
Ketegangan kedua terjadi ketika ada seorang pengendara sepeda motor menyebrang di depan kami tetapi berhenti di tengah karena dari arah berlawanan ada kendaraan melintas. Aku khawatir, pak kusir gagal mengendalikan delman sehingga menabrak pengendara tersebut. Ternyata pak kusir sangat handal dan kekhawatiranku terbuang percuma.
Ketegangan ketiga terjadi ketika berbelok di lampu merah jalan Pemuda. Ketika berbelok, di sebelah kiri kami ada pengendara motor yang sama-sama berbelok. Aku khawatir pak kusir terlalu mepet ke kiri sehingga menyerempet pengendara tersebut. Namun lagi-lagi kekhawatiranku terbuang percuma.
Delman yang kami naiki ini sebetulnya memiliki kekurangan dari sisi keamanan. Pertama: penutup delman bagian belakang tidak ada. Jika sedang menaiki tanjakan harus hati-hati. Apalagi kalau membawa barang. Harus dipegangi kuat-kuat. Kedua: tidak ada kaca spion. Meskipun pak kusir sudah sangat ahli mengendalikan kuda, aku rasa spion dapat digunakan sebagai sarana untuk memantai keadaan di belakang biar lebih aman. Ketiga: Tidak menggunakan penampung kotoran kuda. Kebetulan saat kami naik delman tadi kudanya sedang BAB. Kotorannya langsung berceceran di jalan. Hal ini bisa mengganggu pengguna jalan lain ataupun pengunjung warung angkringan yang buka di pinggir jalan.
Anyway! Naik delman, andong, atau dokar itu menyenangkan meskipun menegangkang. Sebetulnya masih ada satu alat transportasi lagi yang ingin kunaiki yaitu Cikar. Tapi, di mana menemukan alat transportasi itu? Kalau ada yang tahu sudilah kiranya berbagi denganku.