Mengeja Perasaan Diantara Keangkuhan Diri

Menjamurnya pengguna sosial media menyuguhkan tantangan baru bagi kita yang hidup di antara mereka. Tak terkecuali masyarakat yang tak tahu menahu tentang apa itu sosial media ikut terkena dampak dari budaya yang terbangun melalui sosial media. Tak jarang budaya yang diklaim sebagai budaya modern itu menyisakan kepedihan bagi sebagian orang yang berinteraksi langsung maupun tak langsung dengan pelaku budayanya.

Kita semua tahu, meskipun sosial media adalah ajang untuk berinteraksi secara publik namun ia memiliki sisi-sisi privat yang hanya boleh diketahui oleh pengguna bersangkutan dan orang-orang yang dipercayanya. Bahkan! Teknologi End to End Encription (E2EE) hanya membolehkan pembacaan data dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam transaksi data saja. Pengelola aplikasi seperti Whatsapp atau aplikasi lainnya yang menerapkan E2EE tidak bisa membaca data tersebut. Pun demikian dengan pemerintah. Fungsi pengawasan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat menjadi sulit untuk dilakukan. Pihak keamanan sering too-late mengetahui adanya penyimpangan yang terjadi di masyarakat.

Seseorang yang tampak begitu agamis dilihat dari profil publiknya bisa jadi menjadi sangat bengis di catatan inboxnya. Seseorang yang mengaku sebagai jomblo nestapa bisa jadi menyimpan segudang bribikan di balik inbox yang siap diajak indehoy kapan saja. Siapa yang tahu? Berkaca dari tulisanku sebelumnya yang kuberi judul “Pacar Mengancam Selingkuh, Putuskan Saja”, di sana kutulis berdasarkan kejadian nyata seorang anggota Organisasi Dakwah Kampus yang terjebak menjadi budak seks pacarnya melalui telepon genggam miliknya. Di satu sisi ia menjadi mahasiswi yang tampak agamis di sisi lain ia tak berdaya dijadikan alat pemuas berahi oleh penjahat kelamin.

Interaksi tanpa bersua muka menjadikan sebagian besar pengguna sosial media berani menuding hidung seseorang dengan sangat sinis. [kamus kata=”Menoyor”] kepala (jawa: jendul/jeguk) pun tak jadi soal jika rasa geram sudah tak tertahankan. Umpatan bahkah sumpah serapah menjadi hal yang lumrah dilakukan untuk menyerang orang yang berseberangan pendapat.

Pra duga yang tendensius kerap terjadi di sosial media. Dengan mudahnya, seseorang menuduh orang lain seperti apa yang dipikirkan penuduh. Apa pun itu, mudah saja menuduh tanpa harus disertai kerelaan hati mendengarkan penjelasan dari orang yang dituduh.

Bergeser ke dunia nyata.

Suatu hari, ketika aku berjalan dengan istriku di suatu daerah, kami harus berpisah sebentar karena ada dua urusan yang berbeda dan harus diselesaikan bersamaan. Ketika urusanku selesai, aku mendatangi istri. Dari kejauhan, kudengar seseorang yang berkata sinis, “ayu-ayu kok mbegedut”. Aku sadar kata-kata itu muncul karena orang itu berkali-kali tanya pada istriku tetapi tidak mendapat jawaban. Ia merasa terabaikan. Ia pun tak tahu kalau istriku mengalami gangguan pendengaran.

Kata-kata sadis maupun guyonan yang kelewat batas terhadap kondisi pendengaran istriku sering menyapa begitu saja. Sejauh ini, aku hanya bisa diam tanpa berusaha memberi perlawanan atau meminta keringanan. Meminta keringanan atau berusaha menarik empati mereka itu bagiku sama saja seperti meminta untuk dihargai yang berakibat pada bercongkolnya kesombongan belaka.
Tulisan ini berisi sebagian kecil ceklis untuk melihat pada diri sendiri apakah perasaan itu masih ada pada diri kita? Ataukah kita sama saja seperti orang-orang yang digambarkan sebagai pelaku tak baik pada uraian-uraian di atas? Well! Mari kita mengoreksi diri sendiri sebelum melempar kelinci dengan permen karet. Karena bahwasannya dan sesungguhnya maha benar pengguna sosial media atas segala sabda dan komentarnya.

Terakhir, dari semua uraian yang telah aku sampaikan di atas, pertanyaannya adalah: siapa nama ibu kandung Doraemon?

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit