Di dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwasannya tidak menciptakan manusia dan jin kecuali hanya untuk beribadah (liya’buduun). Ibadah kepada Allah merupakan bentuk penghambaan diri seorang hamba kepada Tuannya.
Ketika seseorang sudah berikrar syahadat kepada Allah dan rasul-Nya maka ia sebetulnya sudah menyatakan sikap bahwa ia telah mengakui kehambaannya kepada Allah dan siap untuk menjalankan apa yang menjadi perintah-Nya. Kalimat syahadat merupakan kebenaran absolut yang kebenarannya diakui atau tidak tetap akan seperti itu adanya. Hal ini seperti kebenaran matematis semisal satu ditambah satu adalah dua. Diakui atau tidak diakui, satu ditambah satu akan tetap dua.
Seseorang yang telah mengikrarkan syahadat tentu saja harus ikhlas. Tak pantas seorang hamba mengikrarkan syahadat untuk mendapatkan imbalan dari Allah. Seorang siswa yang menjawab pertanyaan satu ditambah satu dari guru tidak pantas menjawab benar hanya jika mendapat imbalan nilai yang bagus. Jawabannya itu tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap kebenaran matematis itu. Lantas untuk apa ia menjawab pertanyaan dengan salah hanya karena tidak mendapat imbalan?
Allah menjamin keamanan seseorang yang benar-benar iman kepada-Nya dari ketakutan dan waswas. Jika seseorang telah berikrar syahadat ternyata masih waswas atau takut jika kelak pada akhirnya mati su’ul khotimah dan dimasukkan neraka maka alangkah baiknya ia segera meminta perlindungan dari Allah. Meminta agar tidak dimasukkan neraka. Tidaklah elok jika menganggap ia pantas masuk surga hanya karena telah berikrar syahadat. Jadi jangan dicampur aduk antara ikrar syahadat dengan kepentingan diri sendiri ingin masuk surga dan bersenggama dengan gadis-gadis surga.
Allah adalah Maha Besar yang tidak membutuhkan pembelaan. Pernyataan-Nya yang menyatakan akan membalas orang yang menolong Allah di dalam salah satu ayat merupakan suatu teladan untuk hambanya bahwasannya sekuat, sekaya, dan setinggi apa pun derajat kita perlu untuk tetap rendah hati. Dengan kata lain, itu merupakan contoh dari seorang Tuan kepada hamba. Orang yang berjihad atau secara fisik tampak membela Allah atau agama-Nya kemudian merasa berjasa dan mendapat imbalan sebetulnya kuranglah tepat. Untuk itu, kalau ingin membela ya membela saja. Tidak usah menyampurnya dengan kepentingan pribadi ingin mendapat imbalan dari yang dibela.