Tahun-tahun pertama pernikahan, kami merintis usaha keluarga kecil-kecilan. Usaha yang bermula dari sebuah printer yang dibeli dari uang beasiswa bulanan abah K dan ditambah uang pinjaman dari seorang teman seharga 600k ini menjadi sebuah perjalanan yang sangat berharga untuk kami. Berawal dari sebuah printer, usaha kami berkembang menjadi usaha percetakan yang omzetnya lumayan.
Meski gagal, usaha yang menghidupi keluarga kami di tahun-tahun pertama pernikahan ini telah membentuk mental pantang menyerah dan percaya diri. Dulu tuh aku dan abah K minderan, sejak punya usaha fotokopi dan percetakan kan mau tidak mau jadi belajar untuk menghadapi customer da mengembangkan jaringan.
Sekarang usaha fotokopi dan percetakan kami dah tutup. Bukan bangkrut sih sebenarnya, tetapi saat itu aku sibuk momong bayi dan abah K sudah mulai punya pekerjaan di bidang programmer. Saat memulai usaha fotokopi dan percetakan ini, abah K baru babat alas branding-nya sebagai programmer. Usaha fotokopi dan percetakan ini bisa dibilang gagal karena kami tidak mampu menggaji orang lain ketika ownernya sibuk dengan hal lain. Apa saja sih yang membuat usaha ini gagal sehingga tidak ada budget untuk memperpanjang dan mengembangkan usaha?
Mencampur Budget Pribadi dan Budget Usaha
Sebagai manten anyar yang mulai dari nol, eh, bahkan mulai dari minus. Kami engap-engapan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Saat itu sih masih ikut Ibu, tetapi tetep… ada pengeluaran untuk kebutuhan pribadi yang harus ditanggung sendiri.
Aku masih kuliah, abah K juga belum punya pekerjaan tetap. Brandingnya sebagai programmer belum ketemu jalan saat itu. Jadilah uang pribadi dan uang usaha enggak dipisah, campur-campur. Lagi butuh keperluan pribadi ya ambil uang usaha. Begitu pula saat ada rejeki di luar usaha fotokopi dan percetakan, kami biasa menggunakan uang pribadi untuk belanaja keperluan percetakan.
Enggak jelas berapa sebenarnya kekayaan yang ada di percetakan. Kami juga engak menghitung gaji kami sendiri, dianggap sebagai rekoso-ne merintis usaha saja, jadi bekerja tanpa memperhitungkan biaya jasa ketika membuatnya yang membuat kami keliru memetakan harga jual. Bhay!
Tidak Serius Menganalisis Laporan Keuangan
Dulu kami bukan tidak membuat laporan keuangan. Kami membuat laporan keuangan, tetapi tidak menganalisisnya dengan serius. Hanya sekedar, oh ada laba, oh kami rugi karena ada kerusakan kertas. Tetapi tidak menganalisis apakah ada kertas-kertas yang berkurang karena dipakai anak-anak untuk coret-coret. Apakah ada biaya pengurangan alat karena alat tersebut butuh diservis. Mana mesin fotokopi itu jajan servisnya gedhe.
Padahal laporan keuangan itu harus dianalisis dengan teliti sehingga usaha yang sedang berjalan terlihat jelas aset-asetnya, gaji pegawainya, modal berjalan yang masih tersedia, utang-piutangnya dan printilan lain yang mungkin alpa dari perhatian kita. Kita butuh aplikasi yang membantu untuk melihat laporan keuangan secara menyeluruh sehingga penentuan harga jual tidak merugikan kita sebagai owner, karyawan maupun pelanggan.
Apabila kita tidak terlalu jago akuntansi dan belum mempunyai karyawan yang mampu menghandel analisis laporan keuangan, kita bisa memanfaatkan post app, point of sales apps yang akan membantu kita mengolah data-data. Cukup banyak pilihan di post app yang bisa disesuaikan dengan usaha kita. Pilihan apps yang sudah tersedia di post app antaralain; Kedai Kopi, Aplikasi Kasir Untuk Toko Retail, Software Kasir Untuk Food & Beverages, Aplikasi Salon & Barbershop, Aplikasi Bisnis Laundry, Aplikasi Fashion & Accessories, Software Store, Software Car Wash. Tinggal pilih sesuai kebutuhan.
Alpa Memisahkan Urusan Keluarga dan Urusan Usaha
Part ini yang paling blur batasnya. Sering kali enggak bisa memisahkan antara urusan keluarga dan urusan bisnis. Untuk memberi harga kepada keluarga atau saudara yang lain sih sudah, nah, yang saat giveaway ke keluarga, saudara, atau teman itu aku sering alpa untuk memasukkan ke catatan. Harusnya kan saat kita menggratiskan kepada teman atau keluarga, maka harus ada uang pribadi pengganti ke dalam laporan. Ini enggak kulakukan, makanya laporan keuangannya enggak sesuai dengan stok yang ada di toko.
Paling nyesek saat keluarga tidak mampu memisahkan urusan bisnis dan urusan keluarga. Aku dan abah K mungkin sudah mengerti resiko bisnis dan tidak mencampuradukkan urusan bisnis dengan keluarga. Namun, ternyata kami kecolongan karena ada keluarga yang terlalu sayang sehingga kebawaperasaan saat bisnis kami sedang diuji, dan, BOM! Urusan usaha yang seharusnya bisa diselesaikan secara profesional malah berkepanjangan, bertele-tele sampai merusak kekeluargaan karena baper tadi.
So, adakah diantaranya yang masih dilakukan sekarang? Segera dievauasi sebelum menjadi bom waktu yang bisa mengancam usaha yang telah kita bangun. Semoga usaha teman-teman berlimpah keberkahan, ya. Luv!