Setiap orang memiliki gaya dan karakter masing-masing. Pun demikian dalam menyikapi ulang tahun pasangan. Ada yang heboh dengan memberikan kado, kejutan, atau sesuatu yang dianggap istimewa. Ada juga yang biasa-biasa saja dan terkesan tak peduli dengan ulang tahun pasangannya. Contoh dari orang model ke dua ini adalah aku sendiri.
Setiap tanggal 14 februari, banyak muda-mudi yang bersuka ria merayakan hari kasih sayang. Memperingati hari valentine katanya. Namun tidak demikian denganku. Di tanggal itu, aku malah merasa susah dan serba bingung. Pasalnya esok hari setelah perayaan itu adalah hari Widut dilahirkan. 15 februari adalah tanggal kelahirannya yang biasanya baru kuingat setelah mendapat notifikasi dari Google atau Facebook jauh hari. Notifikasi itu biasanya datang jauh hari sebelum tanggal 15 tiba. Namun kadang baru kuketahui sehari setelahnya. Hari-hari pun berlalu biasa saja. Tidak ada yang spesial, kado spesial, apalagi kejutan spesial.
Kalau aku sampai kelupaan sama sekali, biasanya Widut mancing-macing perhatian agar aku mengingat bahwa hari ini atau kemarin adalah hari kelahirannya. Hanya saja biasanya aku cuek saja. “Terus mau apa kalau ulang tahun?”, Celetukku datar.
Sudah hampir 4 tahun rasanya aku hidup menjadi suaminya. Namun rasanya belum bisa menjadi suami idaman. Aku sadar diri kalau kurang memberi perhatian padanya secara langsung. Aku seringkali acuh dengan perasaannya.
Ketika ia mengharapkan sesuatu yang lebih dariku, aku sering menghancurkan harapan itu dengan berkata: kamu itu kurang syukur. Jika dibandingkan dengan teman-temanmu, aku yakin, kehidupan kita cukup ideal. Setiap hari kita rutin mengobrol setelah sholat maghrib, makan sepiring berdua, jalan-jalan ke taman atau tempat wisata sesuai kehendak hati dan gak kenal waktu, mau tidur kapan pun bisa tanpa takut dimarahi atasan, mau makan apa saja bisa. Semua itu tampak sederhana tapi tanyakan pada temanmu berapa banyak yang menginginkan kehidupan seperti kita? Lantas apa lagi yang kamu inginkan? Bukankah itu tandanya kurang syukur?
Aku tahu bahwa sebetulnya yang diinginkan Widut adalah perhatian dan ekspresi kelembutan. Bukan suasana atau materi apalagi kemewahan. Kalau aku boleh GR, sebetulnya Widut juga ingin mengabarkan kepada seluruh penjuru dunia bahwa suaminya juga romantis. Tapi mau gimana lagi, aku tak sesuai harapannya itu, konten untuk membanggakanku gak didapat. Walhasil dia menutup rapat keran kisah hubungan ini dari dunia luar.
Bercanda, cubit-cubitan, masak bareng, makan bareng, joinan piring dan gelas, atau saling bertukar pakaian sering kali dianggap romantis jika dilakukan sepasang muda-mudi yang sedang pacaran. Tapi rasanya hal itu tidak berlaku bagi kami meskipun di usia 4 tahun pernikahan ini kami masih bisa mempertahankan hal itu. Bukan hanya mempertahankan. Itu rutinitas sehari-hari yang seakan menjadi budaya di keluarga kecil.
Aku tahu sebetulnya masih banyak hal yang belum aku penuhi. Maksudku banyak kewajiban dan keinginan Widut yang belum aku penuhi. Mungkin aku terlalu percaya diri atau bahkan egois memposisikan diri tidak hanya sebagai suami melainkan juga sebagai guru ruhani bagi Widut. Karena itu, aku sangat ketat menyeleksi keinginannya. Apakah hal itu sekedar keinginan atau sudah masuk ke dalam kebutuhan. Tidak nyah-nyoh begitu saja demi melihatnya bahagia.
Jujur saja, lah. Cintaku padanya cukup besar. Besarnya cinta itu terkadang bahkan sering membuatku over protektif. Aku sangat tegas bahkan keras dalam mendidiknya. Aku selalu bilang padanya: aku tidak ingin karena ketidaktegaanku padamu malah akan menyebabkan kita bermusuhan di akhirat kelak. Misal karena tidak tega melihatmu bosan kemudian membiarkanmu bermedsos seharian penuh. Karena tidak tega melihatmu sengsara karena faktor ekonomi maka aku nekat mendapat uang dari mana saja. Atau ketidaktegaan lain yang berujung pada pembiaran padamu melakukan hal-hal yang kurang pantas. Tidak! Aku ingin bersamamu di akhirat bukan sebagai musuh.
Terkait ulang tahun, aku tetap pada pendirianku. Tidak ingin merayakan. Siapa saja yang ulang tahun. Termasuk si K. Aku masih pada pendirian awal dan belum tergoyahkan. Hanya saja, pada tahun ini, aku memberikanmu kesempatan untuk meminta 7 hal padaku. Aku akan menurutinya sesuai kemampuanku. Kamu boleh minta apa saja. Aku tidak akan menawar asal alasanmu jelas.
Aku tahu. Ini adalah masa-masa sulit bagi kita. Mendampingu yang sakit-sakitan saja sudah pasti menguras energi dan emosimu. Ditambah lagi masalah ekonomi, hubungan sosial, dan tetek bengek lainnya. Oleh sebab itu ijinkan aku mengabulkan 7 harapan atau keinginanmu. Anggap saja ini ibarat upah lembur dan bukan hal yang istimewa.
Satu hal lagi. Maafkan aku jika masih banyak kekurangan. Maafkan juga kalau aku sampai detik ini belum berani mengatakan cinta padamu secara verbal. Maafkan juga kalau aku masih egois dan suka marah tak jelas. Maafkan juga kalau aku masih sulit diingatkan. Maafkan aku juga kalau masih punya pacar rokok di laci. Maafkan aku juga yang belum berhasil poligami menjadi suami ideal untuk meringankan pekerjaanmu dalam mengurusku.
Tulisan ini aku buat dengan penuh cinta dan perasaan bangga memiliki istri secantik, sebaik, dan seseksi dirimu. Terimakaih telah bersedia hidup bersamaku. Terimakasih telah menjadi ibu yang super hebat untuk si K dan juga untukku. Terimaksih telah menjadi menteri yang hebat dalam rumah tangga kita.
Aku berharap ini bukanlah kado ultah meskipun judulnya memang begitu. Aku berharap bisa seperti ini setiap hari atau bahkan lebih dari ini. Tidak hanya menunggu setahun sekali. Terlalu lama bagiku, sayangku.
I love you.
Oh ya, ATM ada di lokerku. PIN masih sama. 🤗 😍😍😍