Mendekati akhir bulan desember, kemeriahan netijen dalam menyambut hari raya Natal sudah mulai tampak. Tidak hanya kaum nasrani (atau yang merayakannya) saja yang tampak riuh menyambut datangnya Natal, netijen yang tampak “islami” (dan sok Islami) pun demikian. Beraneka ragam gaya yang digunakan untuk menyemarakkan hari kelahiran nabi Isa A.S. atau dikenal dengan Yesus menurut keyakinan kaum Nasrani.
Salah satu semarak penyambutan datangnya Natal yang tak pernah absen tiap tahunnya adalah debat tahunan mengenai hukum mengucapkan selamat natal dan/atau hukum menjaga gereja saat ada perayaan natal di dalamnya. Netijen model gitu itu ibarat alarm yang disediakan alam. Umat Nasrani gak perlu lihat kalender untuk mengetahui kapan hari natal. Cukup lihat saja sosial media. Kalau debat tentang natal sudah mulai mengalun maka itu tandanya natal sudah hampir tiba. Ini mirip dengan penentuan tanggal 1 Syawal. Gak perlu pakai rukyah atau hisab segala. Cukup pantau timeline dan putuskan syawal melalui debat netijen. Beres.
Sebelum debat tentang natal, beberapa waktu yang lalu jagat maya juga dimeriahkan dengan debat mengenai hukum merayakan maulid nabi. Meskipun belum sampai pada titik klimaks, debat itu harus segera disudahi karena harua segera berganti tema menjadi natalan. Adapun tema debat tahunan netijen secara umum adalah seperti pada kalender debat di bawah ini.
Terkait debat mengenai natal, aku tak pernah mau masuk ke dalamnya. Lha wong temenku yang beragama kristen hampir tiap hari dihadapkan dengan doa islami sebelum pelajaran sekolah di mulai saja tetap kokoh dan teguh imannya. Malah ia ketika dewasa menjadi misionaris. Masak yang muslim bisa murtad hanya karena mengucapkan selamat natal yang hanya terjadi setahun sekali? Sajake kok lemah banget imannya. So, kalo yakin haram ya jangan dilakukan. Kalau yakin gak apa-apa ya silahkan dilakukan. Ora usah kakean cangkem.
Anyway! Twit dari prof. Nadirsyah Hosen ini bisa jadi bahan renungan. Eits… jangan sampai diganti menjadi bahan perdebatan. Awas, koen!