Hidayat Nur Wahid, Ulama, Dan Kakek Sugiono

Ramai perbincangan seputar penyebutan pak Sandiaga Uno (selanjutnya ditulis pak Sandi) sebagai [kamus kata=’ulama’]. Pak Hidayat Nur Wahid (selanjutnya ditulis pak Hidayat) menyebut bakal calon wakil presiden pak Sandi sebagai ulama. Penyebutan itu kemudian menuai pro dan kontra. Urusan pilpres memang tampaknya membuat sebagian masyarakat di Indonesia menjadi sensitif. Mudah sekali termakan umpan isu yang sebetulnya sama sekali tidak penting untuk dibahas termasuk yang menulis ini. 😀

Alasan pak Hidayat menyebut pak Sandi sebagai ulama adalah berikut

Tentang ulama itu hanya ada dua penyebutan, satu dalam surat Al Fathir dan satu dalam surat As Syuro. Kedua-duanya justru ulama itu tidak terkait dengan keahlian ilmu agama Islam. Satu tentang ilmu sejarah yaitu dalam surat As Syu’ara, dan surat Al Fathir itu justru science, scientist, Pak Sandi itu ya ulama, dari kacamata tadi.

Adapun dalam konteks penyematan embel-embel ulama kepada pak Sandi, pak Hidayat mantap mengakui bahwa mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu memiliki banyak keahlian. pak Sandi diakui ahli di bidang ekonomi, di bidang bisnis, dan relasi. Maka dari itu, menurut pak Hidayat, pak Sandiaga layak disebut ulama. Dalam hal ini, pak Hidayat mengacu definisi ulama menurut kamus bahasa Arab.

Aku kemudian mencoba membuka [kamus kata=’tafsir’] Ibnu Katsir surat Al-Fathir ayat 27 dan 28. Di sana disebutkan bahwa  ulama itu ada 3 (tiga) macam sesuai apa yang diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri. Redaksinya seperti di bawah ini

Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Tamimi, dari seorang lelaki yang telah mengatakan bahwa ulama itu ada tiga macam, yaitu ulama yang mengetahui tentang Allah dan mengetahui tentang perintah Allah; ulama yang mengetahui tentang Allah, tetapi tidak mengetahui tentang perintah Allah; dan ulama yang mengetahui tentang perintah Allah, tetapi tidak mengetahui tentang Allah. Orang yang [kamus kata=’alim’] (ulama) yang mengetahui tentang Allah dan mengetahui tentang perintah Allah ialah orang yang takut kepada Allah Swt. dan mengetahui batasan-batasan serta fardu-fardu yang telah ditetapkan-Nya. Dan orang yang alim tentang Allah, tetapi tidak alim tentang perintah Allah ialah orang yang takut kepada Allah, tetapi tidak mengetahui batasan-batasan dan fardu-fardu yang ditetapkan-Nya. Dan orang alim tentang perintah Allah, tetapi tidak alim tentang Allah adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan fardu-fardu yang ditetapkan-Nya, tetapi tidak takut kepada Allah Saw.

Berdasarkan definisi ulama yang dikemukakan pak Hidayat, lantas kata ulama menjadi terkesan sangat murah. Setiap orang yang memiliki keahlian tertentu bisa disebut ulama. Lalu aku kemudian bertanya-tanya apakah seorang yang ahli di bidang pornografi juga bisa disebut ulama? Seperti kakek Sugiono misalnya. Atau seorang yang ahli dibidang pencurian uang negara, penggelapan anggaran, ahli menyelundupkan barang terlarang, ahli kunci, ahli merayu istri orang juga bisa disebut ulama?

Aku memiliki sebuah cerita tentang kakek Sugiono. Bukan kakek Sugiono yang ahli dibidang pornografi itu. Ini kakek Sugiono yang lain.

Kakek Sugiono telah menikah dengan istrinya puluhan tahun. Berkali-kali istrinya melahirkan anak laki-laki. Padahal di usianya yang semakin [kamus kata=’senja’] itu, kakek Sugiono berharap istrinya melahirkan anak perempuan. Dia berharap anak perempuan itu bisa merawatnya dengan sepenuh hati kelak saat kakek Sugiono beserta istrinya sudah tidak mampu lagi mengurus diri sendiri dengan baik. Namun, sampai kelahiran ke 5, istrinya tetap melahirkan anak laki-laki.

Kakek Sugiono tidak putus asa. Ia mencoba lagi dan lagi hingga anaknya genap 9 dan laki-laki semua. Karena sudah merasa tidak mampu lagi maka anak terakhir kakek Sugiono diberi nama yang seharusnya dia gunakan untuk menamai anak perempuan yang diidamkan itu.  Nama itu sudah disiapkannya bertahun-tahun yang lalu. Jadi anak yang terakhir itu menggunakan nama perempuan.

Aku melihat, pak Hidayat itu merasa sudah tidak mampu lagi mengajukan calon dari kalangan ulama untuk bersanding menjadi bakal calon wakil presiden yang mendampingi pak Prabowo. Dia pun kemudian memaksakan sesuatu untuk menyenangkan hatinya sebagaimana kakek Sugiono melakukan hal itu. Bedanya adalah kakek Sugiono [kamus kata=’ngebet’] pengen memiliki anak perempuan sedangkan pak Hidayat ngebet pengen menyalonkan ulama di kubu yang didukungnya. Namun apakah hal itu bisa mengubah kenyataan? Apakah anaknya kakek Sugiono lantas menjadi perempuan setelah dikasih nama perempuan? Lalu apakah pak Sandi benar-benar menjadi ulama setelah diberi sebutan ulama? Wallahu a’lam.

Dulu, ada sepasang orang tua yang memberikan nama pada anaknya Pajero Sport karena sangat suka pada mobil itu. Ada pula yang menamai anaknya sesuai tokoh utama pada [kamus kata=’novel’], film Korea, film India, ataupun tokoh-tokoh lainnya. Yang paling gookil menurutku itu adalah tetanggaku di Bojonegoro sana. Saat itu, dunia hiburan Indonesia dihebohkan oleh film Meteor Garden. Tetanggaku itu sangat ngefans dengan tokoh yang bernama Tao Ming Tse. Sejak dalam kandungan, anaknya digadang-gadang akan diberi nama seperti tokoh yang disukai itu. Eh ternyata setelah anaknya lahir sebagian rambutnya bagian depan berwarna putih seperti model rambut Tao Ming Tse dalam film Meteor Garden. Kok bisa? Wallahu a’lam. Lantas apa semua anak-anak itu kemudian menjadi seperti tokoh-tokoh yang diidamkan itu? Mungkin saja. Wong namanya usaha eh doa dibalik nama.

Siapa tahu juga pak Sandi betulan jadi ulama kan bagus. Lha daripada jadi koruptor atau jadi pengusaha yang suka menggusur dan mengambil alih tanah warga dengan paksa kan lebih baik jadi ulama. Iya to?

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

Baru Terbit