Kemarin malam, film Karate Kid yang disiarkan oleh sebuah stasiun televisi berhasil mencuri perhatianku. Aku pun meluangkan waktu untuk menonton. Kebetulan film itu disiarkan menggunakan subtitle, tidak seperti biasanya yang didubbing menggunakan suara lokal. Jadi Widut bisa ikut nonton. Ia bisa memahami alur cerita melalui subtitle.
Sebetulnya film itu sudah kikhatamkan beberapa kali. Entah menonton lewat laptop atau lewat siaran TV. Tp entahlah. Kemarin malam masih ingin nonton lagi. Mungkin karena seharian ngoding dan merasa jenuh makanya butuh hiburan.
Setiap menonton film, otak ini hampir selalu berusaha menghubungkan suatu adegan dengan kehidupan nyata. Tak terkecuali ketika nonton film itu tadi malam. Misalnya ketika Dre berseteru dengan ibunya dan mengajak pulang ke Amerika setelah keinginannya mendaftar untuk belajar kungfu buyar karena melihat Cheng menjadi murid di sana. Aku jadi teringat si K. Bagaimana jika seandainya si K seperti Dre. Ia sebenarnya pengen pulang ke Salatiga tapi belum bisa mengatakannya. Bagaimana perasaannya?
Adegan yang paling membuatku menarik nafas dalam-dalam adalah ketika Mr. Han menghancurkan mobilnya untuk mengenang peristiwa kecelakaan yang menyebabkan anak semata wayang dan satu-satunya istri yang dimiliki meninggal dunia. Ia merasa sangat bersalah karena waktu itu ia lah yang sedang memegang kemudi. Saat itu ia sedang bertengkar dengan istri karena suatu hal dan membuatnya sangat emosional dan marah hingga akhirnya ia lepas kendali dan mobil yang dikendarainya terjungkal ke jurang yang curam.
Mr. Han melalui adegan itu membuatku tersadar bahwa ada doa yang terlupa untuk anakku. Setiap selesai sholat, semenjak aku masih remaja dan belum memiliki anak, doa untuk anak hampir tak pernah ketinggalan. Doa untuk meminta kesholehan dalam hal amaliyah, ubudiyah, udubiyah, dan lainnya yang tak bisa kusebutkan secara detail. Aku pun menyematkan doa pada namanya dengan menggunakan isim fail (كافى) mengikuti wazan (فاعل) yang diikuti isim maf’ul (مزكى) mengikuti wazan isim maf’ul (مفعلى) diambil dari qiyas istilahi ruba’i (فعلى – يفعلى). Susunan kalimat (arab: jumlah) itu sebenarnya bisa lentur. Maksudku kalimat مزكى bisa berupa isim fail sehingga menjadi jumlah ismiyah yang berupa naat (نعات) dan ma’nut ( منعوت) atau berupa jumlah lainnya. Aku tidak begitu mempersoalkannya. Aku hanya berharap doa yang terselip di dalamnya berkenan diijabahi oleh gusti Allah.
Doa yang terlupa itu adalah meminta agar Allah senantiasa menjaga anak-anakku juga istriku (Widut) agar terhidar dari akibat yang ditimbulkan dari kesalahanku, kenakalanku, kesembronoanku, dan hal-hal buruk lainnya. Maksudku aku terlupa meminta hal ini secara khusus meskipun doa keselamatan secara umum sudah senantiasa kupanjatkan.
Aku merasa merinci doa itu adalah hal yang romantis untuk bermunajat. Bukan masalah dikabulkan atau tidaknya atau merasa terlalu banyak permintaan atau malah menyempitkan doa, bukan. Bukan begitu. Semakin rinci doa maka akan semakin lama dalam bermunajat. Bisa merasakan quality-time bersama sang Maha Cinta itu merupakan anugerah yang luar biasa. Dan memang itulah tugas pecinta, di mana pun ia duduk maka disitu akan diceritakan apa-apa yang dicintai termasuk tentang kondisi anak dan istri.
جعلنا الله واياكم من المتقين الصالحين والراضين المرضيين