Diuji dengan yang Paling Disayangi

Wong kuwi bakal diuji karo apa sing ditresnani. Mbuh anak, mbuh bojo, mbuh banda

Dhawuh yai, pada suatu malam di sela-sela mengaji Maratus Shalihah. 

Dhawuh yai hanya tertuang dalam lembaran kertas. Hari demi hari berlalu, hingga dua tahun kemudian, yai menampakkan kepada kami, betapa jembar dadanya. Betapa beliau menuturkan petuah demi petuah bukan sekedar jargon belaka.
Yai dan bu Nyai, diuji dengan putra kesayangannya… bahwa manusia akan diuji dengan apa yang paling disayangi.
Ijinkan aku bercerita sejenak tentang putra bungsu Yai yang menjadi tumpuan beliau berdua.
Kahfi, Muhammad al Kahfi lengkapnya. Terlahir dengan keadan prematur, saat keuangan keluarga benar-benar tidak memungkinkan untuk mengcover biaya rawat intensif inkubator. Bu Nyai, dengan kegigihan beliau, merawat Kahfi di rumah. Salatiga sangat dingin, bibir Kahfi membiru, beliau pun dengan telaten membuat perapian untuk menghangatkan Kahfi.
Sampai disini, aku tidak bisa membayangkan perapian model apa yang beliau gunakan. 
Kahfi berhasil melewati masa-masa kritisnya. Ia tumbuh sehat. Cerdas, rupawan, tingkah lakunya sangat menentramkan. Yai dan bu Nyai meletakkan harapan ke pundak Kahfi, karena hanya Kahfi seorang yang berkenan untuk mondok diantara empat putra beliau berdua.

Kabar menggembirakan itu datang dari abah K sepulang dari sowan yai, Kahfi akan dikirim ke Yaman selepas lulus sekolah.
Malam itu, ketika Salatiga tengah diuji dengan angin kencang dimana-mana hingga PLN melakukan pemadaman, Kahfi kecelakaan sepulang dari pondok. Koma.
Selasa pagi, Kahfi Menghadap Pemiliknya. 
Sesingkat itu kisahnya, tetapi luberan hikmahnya membuatku terus menggumamkan fatikhah setiap kali teringat Kahfi, bahkan kematiannya pun membuat Yai dan bu Nyai tersenyum.
Putra ketiganya, kakak Kahfi, yang selama ini terkenal bandel, mengajukan secara sukarela, dengan inisiatifnya sendiri untuk mondok.
Yaaa Muqollibal Qullub! Sungguh, Dia lah yang Maha Pembolak-balik hati.
Ketika sowan beliau seminggu setelah Kahfi meninggal, aku menjumpai Yai dan Bu Nyai tersenyum. Betapa kehilangan orang yang paling beliau sayang tidak mengurangi rasa syukurnya ke Robbuna.
Betapa senyumnya, dibalik kesedihan yang beliau sembunyikan, menggambarkan kepasrahannya ke Robbuna.
Betapa beliau tengah Mengajarkan kepada kami tentang makna nriman.
Betapa segala yang ada di dunia adalah titipan.

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit