Diamku Menulis, Diamnya Doi Stalking

Sejak memutuskan untuk kembali menjadi Nusagates, aku sering kali berdiam diri di pojokan, tempat yang memang kugunakan khusus untuk melakoni pekerjaan di dunia pemrograman.

Orang lain yang belum mengenalku akan merasa aneh ketika melihatku diam berlama-lama di pojokan. Namun, orang-orang dekat yang saben hari melihatku terbiasa seperti itu akan merasa biasa saja meskipun tidak tahu pasti apa yang sebenarnya kulakukan.

Ritual diamku di pojokan biasanya dimulai dengan menyalakan sebatang rokok. Kalau doi menyiapkan kopi di meja kerjaku, ritual diam ini biasanya akan berlangsung lebih lama. Terkadang, beberapa klien yang sedang menunggu respon sampai membombardir inbox dengan pesan-pesan tak sabarnya.

Aku sangat membutuhkan ketenangan dan fokus dalam membuat sebuah tulisan. Tanpa itu, tulisanku akan rancu dan sulit dipahami. Biasanya, tulisan-tulisan yang kubuat akan kucek ulang beberapa kali sebelum kupublish. Aku semacam mejadi self editor pada tulisanku sendiri. Terkadang kalau saat evaluasi ternyata tulisannya banyak yang salah menurutku, langsung saja ctrl+a lalu tekan del.

Kalau aku sering diam di pojokan untuk menulis, doi mempunyai kebiasaan diam yang hampir sama. Bedanya, diamnya doi untuk stalking.

Diamku Menulis, Diamnya Doi Stalking 1

Seringkali, ketika kuajak ngobrol, awalnya doi respon terus. Lama-lama responnya tinggal satu atau dua kata saja. Terus lama-lama blas gak respon. Setelah kulihat, ternyata dia sedang stalking Instagram, Facebook, dll.

Waktu yang dibutuhkan untuk doi stalking bisa berjam-jam. Tergantung siapa yang sedang distalking. Ketika sudah seperti itu, aku hanya bisa mbatin, “kok gak eman waktu berjam-jam hanya untuk stalking”.

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit