Cucurak, Tradisi Makan-makan Sebelum Ramadhan di Kota Hujan

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, begitu pepatah mengatakan. Itu juga yang saya pegang semasa masih kuliah dan mengajar di Kota Hujan, Bogor.

Di Bogor, saya berteman dengan banyak kalangan. Kegiatan mengajar, juga rutinitas mengikuti sebuah halaqoh, membuat saya mengenal banyak orang. Dari sinilah, akhirnya sedikit demi sedikit saya mengerti bahasa Sunda, bahasa yang kelak harus saya kuasai karena saya menikah dengan seorang pria yang berasal dari Majalengka.

Tak hanya menambah wawasan dalam berbahasa Sunda, Bogor juga memberi saya pengalaman baru yang cukup seru. Salah satu contohnya adalah tradisi Cucurak.

Tadinya saya pikir Cucurak adalah kebudayaan Sunda, tetapi ternyata di Majalengka tak ada tradisi ini. Berarti Cucurak memang hanya ada di Bogor, atau daerah sekitarnya saja.

Cucurak sendiri, yang saya pahami adalah, tradisi makan-makan bersama teman-teman sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jadi, jika kita memiliki banyak komunitas, maka bersiaplah untuk menjadwalkan atau menerima undangan Cucurak yang bertubi-tubi, hihihi…

Awalnya, saya menganggap tradisi Cucurak ini sebagai kebiasaan yang lebay. Ya gimana yaa, puasa Ramadhan kan sebuah kewajiban. Apakah sebegitu beratnya puasa Ramadhan, sehingga sebelumnya kita harus memuaskan seluruh nafsu makan? Toh, saat berpuasa, kita tidak lantas tidak makan sama sekali, bukan? Setelah maghrib juga kita bisa makan lagi. Masa mau puasa sebulan saja harus puas-puasin makan dulu, seolah-olah saat Ramadhan kita nggak dibolehkan makan lagi, wkwkwk..

Tapiii, empat tahun mendiami kota ini, membuat saya akhirnya memahami, bahwa makna Cucurak tak sesempit memuaskan nafsu makan saja. Iya, Cucurak memang identik dengan makan-makan bersama. Namun lebih dari itu, bahwa saat Cucurak adalah saat untuk kita bersilaturrahmi dengan teman-teman, berbagi atau saling tukar makanan, yang mungkin di hari lainnya tak bisa sering kita lakukan.

Saat Cucurak pun, kita saling bermaaf-maafan, saling meminta keridhoan atas khilaf yang pernah dilakukan, juga saling mendoakan agar diberi kelancaran dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Jadi, bagi saya, Cucurak adalah sebuah momentum. Momentum silaturrahmi sebelum Ramadhan, yang disemarakkan dengan berbagai macam makanan sebagai jamuan.

 

Begitulah…

 

Dan setelah 8 tahun meninggalkan kota itu, saya merindukan momen itu lagi. Duh, kapan bisa Cucurak lagi?

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit