[dropcap]D[/dropcap]ikisahkan seorang nenek tinggal di sebuah rumah mungil yang terletak di pinggir hutan. Dia tidak memiliki teman siapa-siapa kecuali seekor kelinci tua yang terpisah dengan anak-anaknya ketika banjir bandang melanda.
Kelinci itu sudah dianggap seperti anak sendiri oleh si nenek. Dia akan dicari kemana-mana oleh si nenek jika matahari sudah mulai tenggelam tapi dia belum pulang.
Suatu hari, kelinci itu tidak pulang sampai larut malam. Si nenek pun mencarinya dengan perasaan sangat khawatir dan takut. Di hutan itu, masih banyak binatang buas yang siap menerkam si kelinci dengan tiba-tiba kalau dia tidak hati-hati.
Ketika nenek sudah sangat lelah dan mengantuk setelah mencari kelinci itu kemana-mana, tiba-tiba kelinci itu mendatanginya dari belakang sambil berlari-lari. Melihat hal itu, nenek sangat terkejut dan mengira ada yang sedang mengejarnya untuk dimangsa.
“Ada apa, Bi? Siapa yang mengejarmu biar kuhajar dia.” Tanya nenek sambil meraih tubuh kelinci mungil itu untuk dipeluknya dan bersiap siaga untuk menghajar hewan yang memburu kelinci kesayangannya. Hebi adalah panggilan sayang nenek kepada kelinci itu.
Hebi malah menangis.
“Gak usah takut, Bi. Ada nenek di sini yang siap melindungimu” kata nenek berusaha menenangkan Hebi yang menangis sesenggukan.
“Ma.. ma.. maafkan a.. a.. aku, nek”, Kata Hebi terbata-bata.
“Gak perlu minta maaf, Bi. Lain kali kalau mau pergi bilang dulu, ya. Sekarang ayo kita pulang. Nenek sudah mengantuk” kata nenek sambil melangkahkan kaki untuk jalan pulang.
“Bukan itu maksudku, nek” Kata Hebi sambil mengusap air matanya.
Nenek menghentikan langkahnya sambil berkata lembut pada Hebi “ada apa, Bi?”
“Maafkan aku, nek. Ta.. taa.. tadi Hebi mencuri ikan lauk nenek” Kata Hebi terbata. Kali ini airmatanya semakin deras.
Nenek sangat terkejut seakan tak percaya kalau Hebi yang mencuri ikan lauknya. Dia mengira ikan itu dicuri oleh si Oni yang rakus seperti biasanya. Oni adalah seekor tikus yang suka mengganggu nenek di rumahnya.
“Ha..ha..ha..” nenek malah tertawa terbahak-bahak.
“Nenek kenapa kok malah tertawa?” Tanya Hebi kebingungan. Ia mengira nenek akan marah besar padanya setelah mengetahui ikan itu dicuri olehnya.
“Tadi nenek nimpuk kepala Oni pakai tongkat nenek. Gara-gara dia mau mencuri kacang yang akan kuberikan padamu. Pikir nenek rakus amat si Oni itu. Sudah mencuri ikan masih saja mau mencuri kacang yang sudah kusiapkan khusus untukmu” Jelas si nenek.
“Maafkan Hebi, ya nek”.
“Iya. Tidak apa-apa. Tapi kenapa kamu mencuri ikan nenek? Apa sekarang kamu doyan makan ikan?” Tanya nenek penasaran.
“Bukan, nek. Aku berikan pada temanku. Kani namanya”.
“Kani? Siapa dia? Di mana dia sekarang?” Tanya si nenek semakin bingung.
“Kani itu sahabatku, nek. Dia seekor kucing. Kami sempat terpisah saat banjir bandang itu. Hari ini, kami tidak sengaja bertemu saat aku sedang mencari kangkung di pinggir sungai” kata Hebi menjelaskan.
“Oo.. Begitu.” Kata nenek sambil mengangguk-anggukkan kepala. “Lalu di mana dia sekarang?” Lanjutnya.
“Di sana” jawab Hebi sambil menunjuk sebuah pohon agak jauh dari kaki nenek berdiri.
Dari kejauhan, nenek dapat melihat seekor kucing berwarna belang sedang bersembunyi di balik pohon.
“Dia tinggal di mana? Ajak main ke rumah kalau mau. Ini sudah malam. Bahaya kalau berkeliaran di tengah hutan” Kata si nenek pada Hebi.
“Dia tidak punya rumah, nek. Rumahnya hancur terkena banjir bandang. Sama sepertiku”. Jawab Hebi dengan sedih.
“Ya sudah. Ajak dia tinggal di rumah nenek saja kalau begitu”
Mendengar hal itu, Hebi sangat senang. Dia pun segera turun dari gendongan nenek dan segera berlari menghampiri sahabat karibnya itu untuk mengajaknya pulang ke rumah nenek bersamanya.
Malam itu, Hebi mengajak Kani tidur di kamarnya. Mereka tampak sangat senang bisa berkumpul lagi seperti dulu.