Boikot Traveloka Bukanlah Jihad

Tadi pagi, Widut mengabariku bahwa ada sebagian netizen yang menyeru untuk memboikot Traveloka dan menghapus aplikasinya dari gadget. Aku hanya merespon datar karena kurang tertarik untuk membahas lebih lanjut. Disamping karena aku memang sedang sibuk pada suatu urusan, aku juga sedang tidak ada mood untuk ngerumpi.

Sore ini, ketika buka Twitter, ada salah satu akun yang membagikan press release dari Perkumpulan Alumni Canisius 86:

    SIARAN PERS

    Dapat Segera Disebarluaskan

    Jakarta Pusat, Minggu 12 November 2017 – Dalam rangka memperingati 90 tahun berdirinya Kolese Kanisius, sekolah yang konsisten sampai sekarang hanya untuk laki-laki yang bertempat di Menteng Raya ini untuk pertama kalinya memberikan Penghargaan Kanisius ke 5 alumni dari berbagai generasi. 5 alumni ini tersaring dari 95 finalis yang menjadi kandidat. Mereka adalah Ananda Sukarlan (komponis & pianis), Derianto Kusuma (pendiri Traveloka), Romo Magnis Suseno (tokoh Jesuit), Irwan Ismaun Soenggono (tokoh pembina Pramuka) dan Dr. Boenjamin Setiawan (pendiri Kalbe Farma). 

    Hadir dan memberi pidato pembuka di acara akbar di JIFest yang dihadiri oleh ribuan alumni Kanisius kemarin, Sabtu 11 November ini adalah gubernur Jakarta, Anies Baswedan. Saat ia memberi pidato, Ananda Sukarlan berdiri dari kursi VIPnya dan walk out menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap pidato Anies. Aksi ini kemudian diikuti oleh ratusan alumni dan anggota hadirin lainnya. Setelah memberikan pidatonya yang disambut dengan dingin oleh hadirin yang tinggal, Anies Baswedan meninggalkan tempat. Hadirin yang tadinya walk out pun memasuki ruangan kembali. 

    Saat pemberian penghargaan kepada 5 tokoh ini, Ananda mendapat giliran untuk pidato selama 10 menit. Di pidato itu setelah ia mengucapkan terimakasih, ia juga mengkritik panitya penyelenggara. “Anda telah mengundang seseorang dengan nilai-nilai serta integritas yang bertentangan dengan apa yang telah diajarkan kepada kami. Walaupun anda mungkin harus mengundangnya karena jabatannya, tapi next time kita harus melihat juga orangnya. Ia mendapatkan jabatannya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kanisius. Ini saya tidak ngomong politik, ini soal hati nurani dan nilai kemanusiaan”, katanya.

    Setelah turun dari panggung, Ananda disalami dan mendapat pujian dari para nominator penerima penghargaan tsb, antara lain mantan menteri Ir. Sarwono Kusumaatmaja dan Pater E. Baskoro Poedjinoegroho S.J., Kepala SMA Kanisius. (*)

Walkout yang dilakukan oleh pendiri Traveloka itu dikabarkan memicu beberapa netizen menyeru untuk memboikot Traveloka.

Menurutku aksi pemboikotan itu tidak perlu terjadi karena itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan perlakuan buruk seseorang dibalas dengan perlakuan buruk juga. Sebaliknya Islam mengajarkan keramahtamahan dan memberi maaf bagi orang yang berbuat buruk terhadap kita. Apalagi hanya masalah walkout yang sarat dengan muatan politis. Alangkah baiknya muslim jaman now juga memiliki akhlak terpuji sebagaimana para muslim jaman old (salafus sholih).

Sebagai bahan renungan, marilah kita sama-sama membaca kisah di bawah ini:

    Beberapa waktu setelah tragedi Karbala, Yazid bin Muawiyah memerintahkan eksekusi terhadap beberapa orang jenderal sebab suatu masalah. Salah satunya adalah lelaki yang juga terlibat dalam pembantaian di Karbala.

    Karena merasa terancam, lelaki itu melarikan diri ke Madinah. Di sana, ia menyembunyikan identitasnya dan tinggal di kediaman Imam Ali Zainal Abidin bin Husein, cicit Rasulullah yang selamat dari pembantaian Karbala. Di rumah sosok yang dikenal sebagai ‘as-Sajjad’ (orang yang banyak bersujud) ini, lelaki itu betul-betul dijamu dengan baik.

    Ia disambut dengan sangat ramah dan disuguhi jamuan yang layak dalam tiga hari. Setelah tiga hari, lelaki pembantai dalam tragedi Karbala itu pamit pergi. As-Sajjad memenuhi kantong kuda lelaki itu dengan berbagai macam bekal, air, dan makanan.

    Lelaki itu sudah duduk di atas pelana kudanya, namun ia tak kuasa beranjak. Ia termenung atas kebaikan sikap As-Sajjad. Ia merasa trenyuh karena sang tuan rumah tak mengenali siapa dia sebenarnya.

    “Kenapa engkau tak beranjak?” tegur As-Sajjad. Lelaki itu diam sejenak, lalu ia menyahut,

    “Apakah engkau tidak mengenaliku, Tuan?”

    Giliran As-Sajjad yang diam sejenak, kemudian ia berkata,

    “Aku mengenalimu sejak kejadian di Karbala.”

    Lelaki itu tercengang. Ia tergugu dan memberanikan diri bertanya,

    “Kalau memang engkau sudah mengenaliku, mengapa kau masih mau menjamuku sedemikian ramah?”

    As-Sajjad menjawab,

    “Itu (pembantaian di Karbala) adalah akhlakmu. Sedangkan ini (keramahan) adalah akhlak kami. Itulah kalian, dan inilah kami.”

    _________

    *Dikisahkan oleh Syaikh Muhammad Tahir Ul Qadri, Pakistan. Diterjemahkan oleh Santrijagad. Copy paste dari wall Gus Rijal Mumazziq Z.

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit