Asuransi BNI Saya Tolak, Kenapa?

Hari ini, saya mendapat telpon dari telemarketing asuransi BNI melalui nomer telpon 02129752500. Seorang wanita dengan logat khas marketing terdengar di seberang sana. Ia menawarkan program asuransi BNI yang dikhususkan untuk semua nasabah BNI.

Sebenarnya, sebelum ini sudah pernah ditelpon namun, aku tidak tahu. Hanya 3 miscall yang kutahu dari nomer tersebut. Karena kukira telpon biasa dari Indihome, aku abaikan saja. Toh nanti akan telpon lagi kalau memang penting, pikirku.

Sales asuransi BNI tersebut tanpa menyebut namanya terlebih dahulu, mulai menjelaskan keuntungan-keuntungan yang akan didapat apabila aku ikut mendaftar pada program tersebut. Ia juga menjelaskan menggunakan suatu contoh kasus yang diambil dari kehidupan sehari-hari seperti kecelakaan ketika memasak atau bentuk kecelakaan lainnya, di dalam maupun di luar rumah.

Keuntungan yang bisa didapat ketika mengikuti program asuransi BNI antara lain:

  • Jaminan untuk kecelakaan hingga Rp. 10.000.000/tahun untukku dan Rp. 10.000.000/tahun untuk istriku. Sehingga, jika diakumulasikan sebesar Rp. 20.000.000/tahun.
  • Santunan ketika salah satu dari aku atau istriku meninggal sebesar Rp. 1.000.000.000 (satu milyar). Sehingga kalau diakumulasikan sebesar Rp. 2.000.000.000 ( 2 milyar) ketika kami meninggal. Uang itu akan diberikan kepada ahli waris.
  • Transport gratis ketika di rawat di luar kota. Jika menginginkan ada salah satu pihak yang mendampingi perawatan tersebut maka transport pulang/pergi keluarga tersebut ditanggung asuransi BNI.
  • Premi langsung dicairkan ke rekening BNI dengan persyaratan yang cukup mudah.
  • Biaya asuransi flat sebesar Rp. 4500.000/bulan berapa pun anggota keluarga dan jumlah istri.
  • Masih ada keuntungan lainnya namun, aku lupa. Entah karena mbak marketernya yang terlalu cepat bicaranya atau memang karena aku yang merasa belum butuh. Jadi gak berusaha mengingatnya.

Lalu, mengapa aku menolak asuransi BNI yang keuntungannya menggoda seperti suara mbak marketernya itu?

Sebenarnya, aku tidak bilang menolak sih waktu ditelpon. Hanya bilang mau pikir-pikir dulu namun, berhubung asuransi BNI hanya bisa diaktifkan melalui telpon tersebut (aku tidak bisa mendaftarkan diri dengan telpon balik), maka mau tidak mau harus menolaknya.

Beberapa alasan penolakanku terhadap asuransi BNI yang ditawarkan antara lain:

  • Aku tidak bisa melihat syarat & ketentuan beserta kebijakan-kebijakannya. Kata sales, semuanya bisa dilihat setelah bergabung dan akan langsung dikirim ke alamat rumah. Padahal! Aku tidak bisa mengikuti suatu program tanpa melihat terms & conditions, privacy policy, dan disclaimernya. Hal ini kulakukan untuk berjaga-jaga kalau suatu saat ternyata ada yang tidak sesuai dengan yang kubaca tersebut, aku bisa komplain dengan membawa salinan print-outnya. Tapi, kalau hanya dijelaskan lewat telpon tanpa mengetahui nama salesnya, apa yang bisa kujadikan bukti?
  • Jaminan asuransi BNI hanya untuk kecelakaan saja. Saya tanya apakah bisa untuk sakit biasa, misalnya demam, sakit panas, dan lain sebagainya, dijawab tidak bisa. Program asuransi BNI yang ditawarkan hanya untuk kecelakaan saja. 
  • Premi tidak bisa ditarik. Aku tanya pada sales: misalnya tidak ada kecelakaan sama sekali apa preminya bisa ditarik. Dia menjawab tidak bisa. Ia kemudian membandingkan dengan program asuransi lain yang preminya bisa ditarik dengan kesimpulan akhir lebih bagus program asuransi BNI. 😉 

Sebenarnya masih ada alasan-alasan lainnya, seperti tidak mau menjadikan istriku sebagai tumbal hanya untuk mendapat Rp. 1.000.000.000 atau sebaliknya takut dijadikan sebagai tumbal oleh istri atau anakku. 😅

Selain itu, aku takut memakai apa yang bukan hakku. Misalnya aku baru setor kurang lebih 1 juta rupiah, terus ternyata mendapat santunan Rp. 1.000.000.000, lalu uang Rp. 999.000.000 itu milik siapa? Mereka yang aman-aman saja dari kecelakaan tapi saldonya buanyak? Atau uang mereka yang saldonya banyak dan meninggal tapi tidak memiliki anggota keluarga? Sumber dana tidak jelas. Lebih baik aku hindari, pikirku.

Aku lebih cenderung menggunakan gaya klasik. Tanpa asuransi. BPJS pun masih belum mau ikut.

Mungkin ada yang mau ngasih kritik/masukan? Dipun sumanggaaken.

[taq_review]

Ahmad Budairi
Ahmad Budairihttps://bloggersejoli.com/
Seorang Web developer yang suka menulis artikel di blog. Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (NU)

Bacaan Menarik Lainnya

2 KOMENTAR

  1. Aku juga sampai sekarang ngga punya asurasi jenis apapun, suami jg begitu. Sempat mau daftar bpjs pas mau lahiran Aga 2 tahun lalu, tapi karena suami ngga mau capek antri, ya jd batal, wong antri terus. 😀

    Pake biaya sendiri lebih nyaman menurutku. Cukup Allah aja tempat bergantungnya. 🙂

    • Kalo aku memang merasa belum cocok aja dengan layanan asuransi dan saudara-saudaranya. Jadi, sampe sekarang pun belum ada niatan untuk daftar. Waktu Doi mau lairan pun gak ada niatan meskipun banyak yang menyarankan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit