5 Permainan Tradisional yang Ngangeni

Jaman aku masih kecil, rumah masih hijau asri. Belum ada pabrik dimana-mana. Samping rumah masih berupa sawah tadah hujan dengan pohon-pohon kelapa yang menjulang. Pagar depan rumah masih berupa pagar hidup, yang sering kami sebut sebagai dadah. Pagar hidup yang sering kami manfaatkan sebagai tempat bersembunyi. Dahannya adalah bahan terbaik untuk membuat ketapel.

Samping rumah masih berupa sawah dengan pohon-pohon kelapa yang menjulang. Anak laki-laki biasa bersembunyi di pohon kelapa itu ketika bermain petak umpet. Depan rumah adalah surganya buah, dari jambu, rambutan hingga langsep. Halaman yang luas menjadi salah satu tempat favorit untuk bermain bersama teman-teman. Setidaknya, ada 5 permainan tradisional yang ngangeni, yang kami mainkan di halaman-halaman rumah lapang.

1| Gobag Sodor

Dimainkan dengan beramai-ramai. Gobag sodor membutuhkan lahan yang luas, paling tidak berukuran 4*6 meter, seukuran ruang tamu rumahku. Membutuhkan paling tidak 6 orang yang dibagi menjadi dua tim. Bisa sih dimainkan dua orang, tetapi kurang seru.

Tim satu bertugas menjaga di garis-garis yang telah ditentukan. Tim dua bertugas untuk mendobrag tanpa boleh tersentuh oleh lawan barang seujung jari pun. Saat bermain Gobag sodor, kami terbiasa bergulung-gulung, bahkan jatuh berdebam menimpa kubangan lumpur.

Jijik?

Enggak lah, malah tedengar tawa membahana. Bahagia masa kecil yang masih dinikmati oleh generasi sekarang meskipun kanan kiri kami bertebaran pabrik-pabrik. Alhamdulillah.

2| Betengan

Sepertinya permainan ini terinspirasi dari peperangan melawan penjajah. Habis ada tawanan segala. Permainan yang membutuhkan kekuatan fisik yang prima. Kecepatan lari yang tinggi menjadi poin plus, apalagi jika pintar mengelabui lawan.

Betengan membutuhkan dua tim, enggak dibatasi jumlah orang pertimnya.  Membutuhkan 2 tempat yang digunakan sebagai beteng yang berjarak paling tidak 10 m, biasanya kami menggunakan pohon. Saling menantang untuk disentuh. Anak yang meninggalkan beteng duluan, harus segera kembali ke beteng sebelum disentuh oleh anak dari tim lawan yang datang belakangan.

Jika sampai tersentuh oleh tim lawan yang datang belakangan, maka anak tersebut akan menjadi tawanan.

Tim akan memperoleh kemenangan ketika berhasil menyentuh beteng lawan tanpa sentuhan, dengan betreriak, “Beteng!”

Trik-trik untuk mengelabui lawan sangat bervariasi. Kadang sengaja menggoda tim lawan agar fokus ke depan semua, padahal diam-diam ada yang menyelinap ke belakang beteng dan berteriak, “Beteng!”

3|Gotri

“Gotri legendri nogosari-ri.
Riwul iwal uwul jenang katul tul.
Tolen olen olen ndelok manten ten.
Titenono besuk gedhe dadi opo po.
Podang mbako enak mbako sedheng dheng.
Dhengkok engkak engkok dadi kodok …”

Tembang ini kami nyanyikan sembari menggilir ‘cuk’ yang berupa kaleng susu ke teman-teman. Sebelumnya, kami menggambar bunga dengan jumlah kelopak sesuai jumlah tim pemain. Orang yang mendapatkan giliran ketika lagu berakhir, dialah yang bertugas untuk mencari kaleng susu yang dilemparkan, sementara yang lain menyebar untuk bersembunyi.

Orang yang kalah tersebut harus mencari teempat bersembunyi teman-temannya, ketika berhasil menemukan tempat persembunyian, dia harus berteriak, “Dhor!” sambil menyebut nama teman dan berlomba untuk menyentuh kaleng susu.

Kalau kalah cepat? Cuk akan dilemparkan kembali, dia harus mengambil dan mencari teman-temannya kembali.  Ia boleh diganti jika mampu menemukan semua teman-temannya. WKwkwkwk. Kasihan yang bolak-balik harus mengambil cuk dan mencari teman-teman. Sering sampai nangis karena kesel bolak-balik kalah, termasuk emak K. Bhuahahah.

4| Cublak-cublak Suweng

Cublak cublak suweng
Suwenge ting gelèntèr
Mambu ketundhung gudèl
Pak empong lera-léré
Sapa ngguyu ndelikkaké
Sir sir pong dhelé kopong
Sir sir pong dhelé kopong

Tembang ini dinyanyikan sambil menggilir kerikil dari tangan ke tangan yang diletakkan di atas punggung anak yang sedang tengkurap. Ketika lagu berakhir, kerikil disembunyikan dan anak yang sedang tengkurap tadi wajib mencari dimana kerikil di sembunyikan.

Biasanya kami bermain cubla-cublak suweng di halaman yang ditumbuhi rumput jepang agar mudah menyembunyikan kerikil. Area persembunyian kerikil tidak luas, paling-paling cuma 50 cm*50 cm. Yang bikin kesel saat bermain cublak-cublak suweng adalah saat kerikil seumprit tak kunjung ketemu. Sampai rasanya rumput jepang itu ingin dicabut sekalian. WKwkwk

5| Boy-boyan

Boy-boyan membutuhkan pecahan genting berbagai ukuran dan bola tenis atau gumpalan kertas. Permainan ini terdiri dari dua tim, tim penyerang dan tim penjaga. Biasanya ditentukan dengan hompimpah.

Pecahan genting tadi disusun tegak berdiri membentuk menara. Tim penyerang melemparkan bola hingga ‘menara’ tadi rubuh. Jika menara sudah rubuh, tim penjaga melemparkan bola ke tim penyerang, tim penyerang harus menyusun menara kembali hingga selesai.

Tim penyerang akan menang jika berhasil menyusun menara kembali tanpa tersentuh bola. Jika tersentuh lemparan bola sebelum menara tegak berdiri, maka tim penyerang akan berganti menjadi tim penjaga. Begitu terus, sampai berhasil menegakkan menara. Tim yang berhasil menegakkan menara, merekalah tim yang menang.

Aku dulu pernah memar karena terkena lemparan bola tenis. HAHAHA, tetapi enggak kapok sama sekali. Seru.

 

Cuma lima saja? Masih banyak. Hahaha. Emak K jadi kepikiran untuk membuat videonya. WKwkwk. Tapi kapan? kapan? Habis lebaran kali, ya. Insya Allah. 😀

 

 

Widi Utami
Widi Utamihttp://widiutami.com
Home Based Education Interested. Love reading, writing and travelling. Interested in blogging. Live in Salatiga, a small city near Merbabu Mountain

Bacaan Menarik Lainnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Baru Terbit